KOMPAS, Rabu, 6 Mei 2009 04:05 WIB
Jakarta - Volume produksi sampah di Jakarta melebihi kemampuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengolahnya. Untuk itu, memang sangat diperlukan partisipasi warga agar masalah sampah tuntas tertangani.
”Perilaku warga, seperti kebiasaan membuang sampah di sungai, masih sulit diubah. Namun, berbagai program terus dilaksanakan oleh pemerintah demi mengatasi masalah sampah, seperti didirikannya rumah kompos dan menggalakkan pembuatan lubang biopori,” kata Wali Kota Jakarta Pusat Sylviana Murni, Selasa (5/5).
Namun, belum semua warga menyadari bahwa sampah bisa diolah dan bernilai ekonomi tinggi. Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Pusat Syamsudin sering menemukan bungkusan-bungkusan berisi sampah yang sengaja diletakkan di sekitar tempat pembuangan sampah sementara (TPS), bukan di dalam bak atau kontainer yang telah disediakan. Akibatnya, sampah pun selalu berceceran.
Paul L Coutrier, Ketua Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia, berpendapat tidak mungkin melenyapkan semua sampah yang ada di masyarakat. Alasannya, produksi sampah bertambah menurut deret ukur, sedangkan upaya mengurangi sampah bertambah menurut deret hitung.
”Cara terbaik mengatasi masalah sampah adalah menciptakan sistem edukasi yang tepat bagi masyarakat. Selama ini pemerintah lalai membina masyarakat untuk menjaga kebersihan di lingkungannya. Padahal, masyarakat tidak akan tertib jika tidak dipaksa. Kesadaran masyarakat baru muncul jika berkaitan dengan kepentingannya,” kata Coutrier.
Seharusnya pemerintah terus- menerus menanamkan pola pikir kepada masyarakat bahwa mengurangi sampah jauh lebih baik dan murah daripada memusnahkan sampah. Ada banyak cara mengurangi sampah, seperti hanya makan secukupnya sehingga tidak ada makanan sisa. Kemudian memisahkan sampah kering dan sampah basah serta bagaimana mengelola sampah. ”Sering kali masyarakat memasukkan sampah basah ke dalam kantong plastik. Padahal, ini berarti menghalangi kerja organik pengurai sampah,” ujar Coutrier.
Kurang orang dan dana
Meskipun sebagian masyarakat memang kurang peduli terhadap masalah sampah, pemerintah di tingkat provinsi maupun kota juga mengakui banyak kekurangan dalam realisasi pengelolaan sampah Jakarta.
Di Jakarta Pusat, misalnya, hanya terdapat 150 armada truk dengan 384 petugas berstatus pegawai negeri sipil dan tambahan 600 petugas dari pihak swasta yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI. Namun, rata-rata petugas tambahan dipekerjakan sebagai penyapu jalan.
Sesuai ketentuan yang berlaku, idealnya, setiap truk diawaki empat anggota kru, termasuk sopir. Kini, rata-rata awak truk hanya dua-tiga orang.
”Setiap truk, sesuai ketentuan terkait pengelolaan sampah, mendapat dana 30-35 liter bahan bakar untuk satu trip pulang pergi dari TPS ke pembuangan akhir,” kata Syamsudin.
Paiman, salah seorang operator truk sampah yang ditemui di kawasan Kebayoran Baru, mengatakan, dana untuk pembelian 30-an liter bahan bakar itu sangat tidak mencukupi, apalagi dengan kondisi armada yang relatif sudah tua dan rute memutar karena truk sampah tidak boleh melalui jalan utama.
Hal itu tentu saja membuat langkah petugas kebersihan dalam menangani sampah tidak efektif.
Jakarta - Volume produksi sampah di Jakarta melebihi kemampuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengolahnya. Untuk itu, memang sangat diperlukan partisipasi warga agar masalah sampah tuntas tertangani.
”Perilaku warga, seperti kebiasaan membuang sampah di sungai, masih sulit diubah. Namun, berbagai program terus dilaksanakan oleh pemerintah demi mengatasi masalah sampah, seperti didirikannya rumah kompos dan menggalakkan pembuatan lubang biopori,” kata Wali Kota Jakarta Pusat Sylviana Murni, Selasa (5/5).
Namun, belum semua warga menyadari bahwa sampah bisa diolah dan bernilai ekonomi tinggi. Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Pusat Syamsudin sering menemukan bungkusan-bungkusan berisi sampah yang sengaja diletakkan di sekitar tempat pembuangan sampah sementara (TPS), bukan di dalam bak atau kontainer yang telah disediakan. Akibatnya, sampah pun selalu berceceran.
Paul L Coutrier, Ketua Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia, berpendapat tidak mungkin melenyapkan semua sampah yang ada di masyarakat. Alasannya, produksi sampah bertambah menurut deret ukur, sedangkan upaya mengurangi sampah bertambah menurut deret hitung.
”Cara terbaik mengatasi masalah sampah adalah menciptakan sistem edukasi yang tepat bagi masyarakat. Selama ini pemerintah lalai membina masyarakat untuk menjaga kebersihan di lingkungannya. Padahal, masyarakat tidak akan tertib jika tidak dipaksa. Kesadaran masyarakat baru muncul jika berkaitan dengan kepentingannya,” kata Coutrier.
Seharusnya pemerintah terus- menerus menanamkan pola pikir kepada masyarakat bahwa mengurangi sampah jauh lebih baik dan murah daripada memusnahkan sampah. Ada banyak cara mengurangi sampah, seperti hanya makan secukupnya sehingga tidak ada makanan sisa. Kemudian memisahkan sampah kering dan sampah basah serta bagaimana mengelola sampah. ”Sering kali masyarakat memasukkan sampah basah ke dalam kantong plastik. Padahal, ini berarti menghalangi kerja organik pengurai sampah,” ujar Coutrier.
Kurang orang dan dana
Meskipun sebagian masyarakat memang kurang peduli terhadap masalah sampah, pemerintah di tingkat provinsi maupun kota juga mengakui banyak kekurangan dalam realisasi pengelolaan sampah Jakarta.
Di Jakarta Pusat, misalnya, hanya terdapat 150 armada truk dengan 384 petugas berstatus pegawai negeri sipil dan tambahan 600 petugas dari pihak swasta yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI. Namun, rata-rata petugas tambahan dipekerjakan sebagai penyapu jalan.
Sesuai ketentuan yang berlaku, idealnya, setiap truk diawaki empat anggota kru, termasuk sopir. Kini, rata-rata awak truk hanya dua-tiga orang.
”Setiap truk, sesuai ketentuan terkait pengelolaan sampah, mendapat dana 30-35 liter bahan bakar untuk satu trip pulang pergi dari TPS ke pembuangan akhir,” kata Syamsudin.
Paiman, salah seorang operator truk sampah yang ditemui di kawasan Kebayoran Baru, mengatakan, dana untuk pembelian 30-an liter bahan bakar itu sangat tidak mencukupi, apalagi dengan kondisi armada yang relatif sudah tua dan rute memutar karena truk sampah tidak boleh melalui jalan utama.
Hal itu tentu saja membuat langkah petugas kebersihan dalam menangani sampah tidak efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar