Hutan Sikopi-Kopi yang terletak di Kecamatan Aek Kanopan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara, dikepung perkebunan sawit. Hutan ini merupakan hasil rehabilitasi kawasan yang pernah digunakan peladang berpindah tahun 1994. Foto yang diambil akhir November 2008 menunjukkan kawasan itu.
KOMPAS, Rabu, 17 Desember 2008 03:00 WIB (ANDREAS MARYOTO)
Jalan raya di sepanjang Kota Medan hingga Rantau Prapat, Sumatera Utara, ”dipagari” pohon kelapa sawit. Kalaupun ada rumah di pinggir jalan, di belakangnya pasti dipenuhi pohon kelapa sawit. Pemandangan ini tentu menjemukan bagi mereka yang sudah lama tinggal di Sumut.
Pemandangan berubah total saat kita menginjakkan kaki di hutan Sikopi-Kopi. Berbagai tanaman, seperti mahoni, rotan, bambu, durian, rambutan, serta bermacam jenis pakis, tumbuh liar di hutan seluas sekitar 40 hektar itu.
Sikopi-Kopi terletak di Kecamatan Aek Kanopan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, yang berada di tepi jalan raya itu. Dari Aek Kanopan, Sikopi-Kopi hanya berjarak sekitar 30 kilometer.
Namun, kondisi jalan sangat rusak sehingga perjalanan membutuhkan waktu panjang. Belum lagi jalan tanah baru tersiram hujan sehingga perjalanan makin lama. Perlu waktu sedikitnya dua jam menggunakan mobil dari Aek Kanopan ke hutan yang berada di tengah perkebunan sawit itu.
”Tanah ini bekas lahan yang dikuasai peladang berpindah. Semula tanah di sini gersang. Bekas pembakaran kayu ada di mana-mana. Penduduk sempat menanami padi ladang di bekas hutan yang dibakar,” kata Pastor Simon Sinaga, OFM Cap yang merintis rehabilitasi hutan Sikopi-Kopi tahun 1994.
Sinaga menuturkan, berkat bantuan dana relasinya, tanah itu lantas dibeli. Ia bertekad mengembalikan kondisi hutan itu agar tidak tandus. Ia menanam berbagai jenis tanaman. Kala itu, dengan mudah ia mendapat bibit tanaman dari berbagai lembaga dan instansi pemerintah.
Ia tekun menghijaukan kembali lahan itu. Sinaga mengaku tidak banyak memiliki pengetahuan soal lingkungan, tetapi kecintaan terhadap lingkungan memacunya untuk mengembalikan kondisi hutan.
Setelah 14 tahun berlalu, kawasan yang dikepung perkebunan kelapa sawit itu kembali menjadi hutan.
”Kini kera, ular, burung, dan berbagai jenis hewan lain masuk ke hutan ini,” kata Bruder Beno, OFM Cap yang menjadi penerus Sinaga untuk merawat hutan itu.
Sarang binatang
Sebuah goa di dalam hutan itu dibiarkan apa adanya. Goa dengan panjang sekitar 20 meter menjadi tempat kelelawar dan ular bersarang. Bila kita masuk goa, langsung terdengar bunyi kelelawar beterbangan. Bagi yang tidak biasa masuk goa, situasinya memang terasa mencekam.
Beno yakin dengan masuknya berbagai jenis hewan, termasuk pacet yang setiap saat siap mengisap darah mereka yang masuk hutan, kawasan itu telah kembali normal dan menjadi habitat bagi hewan-hewan yang terganggu dengan adanya perkebunan sawit di sekitarnya.
Di dalam hutan ada bunga bangkai yang tengah mekar. Keberadaan tanaman endemis itu dan tanaman lokal lainnya makin meyakinkan kalau kawasan tersebut telah pulih kembali.
Sinaga mengatakan, hutan Sikopi-Kopi yang hanya 40 hektar terbilang kecil dibandingkandengan 970.716 hektar kebun sawit di seluruh Sumut. Namun, ia bangga bisa menjadikan kawasan tersebut sebagai ”surga” bagi hewan-hewan dan berbagai jenis tanaman.
”Kita tidak bisa hidup dengan cara instan. Jangan hanya karena kebutuhan sesaat, kita mengubah hutan menjadi kebun sawit. Kita harus melihat ke depan. Hutan masih dibutuhkan untuk kehidupan,” kata Sinaga.
Film Sharkwater Extinction
4 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar