KOMPAS Kamis, 18 Desember 2008 03:00 WIB NINOK LEKSONO
Pada masa lalu, tak banyak yang bisa diceritakan tentang aktivitas bersepeda. Sebagai moda transportasi, dulu, bersepeda merupakan hal yang wajar karena belum banyak kendaraan bermotor dan jarak yang harus ditempuh relatif tak jauh sehingga
Bersepeda tak saja menghadirkan gaya hidup sehat, tetapi juga menyampaikan pesan prolingkungan. Itu karena bersepeda berkontribusi pada pengurangan penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Bahkan, lebih jauh, bersepeda itu merespons anjuran untuk menanggulangi pemanasan global karena aktivitas tanpa BBM berarti tak melepaskan gas rumah kaca yang menjadi biang utama fenomena pemanasan global.
Alasan yang bersifat praktis, bersepeda lebih lincah dalam menembus kemacetan lalu lintas di kota-kota besar.
Itulah yang diamati Toto Sugito (45), Ketua Umum Bike to Work (B2W), komunitas pengguna sepeda ke kantor (atau kegiatan lain).
Landasan aktivitas yang logis dari sejumlah argumen tersebut membuat anggota komunitas terus bertambah. Kelompok ini pun tak hanya eksis di Jakarta, tetapi juga di kota-kota lain di Indonesia. Menurut Toto, anggota B2W di berbagai kota mencapai 10.000-an.
Bersepeda pada satu sisi lalu tampak sebagai suatu gaya hidup modern. Di sini juga tersirat niat tulus untuk bersikap baik terhadap Sang Bumi.
Menengok kembali awal B2W, Toto yang untuk kiprahnya mendapat penghargaan dari Swiss Contact dan ”Indonesia Berprestasi” dari XL ini mengatakan, ide pendirian B2W muncul setelah ia semakin prihatin dengan kondisi polusi udara, keterbatasan tempat parkir, dan kemacetan. Toto—sebelumnya ia pencinta sepeda gunung—lalu mencoba moda transportasi alternatif untuk ke kantor. Jalur Cibubur-Tebet, Jakarta Selatan, lalu menjadi rute hariannya sejak 2004.
Pada awalnya, sang istri keberatan Toto bersepeda ke kantor karena alasan polusi udara sangat tinggi. Jalan keluarnya, Toto memakai masker yang bermutu baik.
Setelah merasakan manfaatnya, Toto kemudian memperkenalkan ”bersepeda ke kantor” tersebut kepada teman-teman dekatnya. Ternyata sambutan mereka positif. Oleh karena itu pula, tahun 2005 Toto lalu menghimpun komunitas pekerja bersepeda dalam B2W.
Tidak butuh waktu lama, komunitas ini berkembang menjadi tren baru di kalangan eksekutif muda. Malah berikutnya, gaya hidup bersepeda ini meluas pula di kalangan remaja, bahkan juga ke kalangan mereka yang berusia lanjut.
Keluarga dari sebagian anggota komunitas ini, yang semula sempat meragukan, kini justru ikut pro terhadap aktivitas bersepeda yang dipelopori Toto. Kendaraan utama anak pertama dia yang belakangan kuliah di Bandung juga sepeda. Adapun kedua anak Toto yang lain baru menggunakan sepeda sebagai alat olahraga.
Penitipan sepeda
Toto memimpikan B2W dapat berkembang menjadi komunitas serupa yang sukses seperti di Kanada dan banyak negara Eropa, khususnya Belanda. Di negara-negara itu, meski sarana transportasi bermotor pribadi dan umum sangat baik, banyak warga yang memilih menggunakan sepeda untuk menunjang aktivitas sehari-hari mereka.
Di dekat stasiun kereta api, banyak terlihat area parkir sepeda. Selain pertimbangan kesehatan dan nonpolusi, secara transportasi, sepeda pun bisa menjadi pengumpan (feeder) bagi aktivitas commuting (ulang-alik, pergi-pulang, rumah-tempat bekerja yang cukup jauh).
Bukankah peran serupa juga masuk akal bagi busway yang belakangan dipromosikan di kota-kota besar Indonesia? Tentu saja masih diperlukan penyediaan fasilitas penitipan sepeda yang bisa diandalkan, bila hal tersebut hendak dikembangkan di Indonesia. Namun secara ide, hal itu masuk akal.
Berbicara tentang tolok ukur kesuksesan B2W di Indonesia, hal ini, menurut Toto, tidak semata bisa dicerminkan oleh banyaknya anggota komunitas, tetapi juga seberapa jauh bersepeda dapat menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia.
”Artinya, masyarakat kita menjadi sadar betul akan masalah polusi udara dan hubungannya dengan perubahan iklim, juga bagaimana energi atau BBM yang ada bisa dihemat untuk generasi selanjutnya,” kata Toto.
Bila kesadaran tersebut telah dipahami masyarakat luas, tentu tidak akan sulit untuk menambah anggota komunitas bersepeda.
B2W dalam hal ini mengajak masyarakat menggunakan sepeda tidak hanya sebagai alat olahraga dan/atau rekreasi, tetapi juga sebagai alat transportasi yang ramah lingkungan sekaligus menyehatkan bangsa.
Dalam posisi ini, sepeda memang tergolong unik karena peran mendukung mobilitas muncul seiring dengan peran menyehatkan, sekaligus peran memelihara lingkungan.
Jalur khusus
Toto yang sehari-hari bekerja sebagai direktur di sebuah perusahaan konsultan arsitektur ini punya cara mudah dalam mengampanyekan kegiatan bersepeda, yakni melalui 3M.
”3M itu maksudnya: Mulai bersepeda dari diri sendiri, Mulai bersepeda dari jarak terdekat, dan Mulai bersepeda sekarang juga.”
Toto menyadari bahwa aktivitas bersepeda di perkotaan bukannya bebas dari tantangan. Selain udara penuh debu, banyak kota besar di Indonesia belum atau tidak punya jalur khusus sepeda. Bahkan, kata dia, sudah ada pengendara sepeda yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas karena berbagi jalan dengan kendaraan bermotor besar dan kecil.
Maka, wajarlah kalau salah satu harapan komunitas B2W adalah tersedianya jalur khusus untuk sepeda.
Jalur yang akan membuat aktivitas bersepeda bisa dilakukan dengan aman sehingga menjadi insentif bagi mereka yang ingin bergabung dalam komunitas ini, tetapi masih meragukan keamanan aktivitas bersepeda.
Di luar tantangan yang ada, Toto yakin, ide bersepeda besar faedahnya tidak saja bagi individu bersangkutan, tetapi juga untuk masyarakat, bahkan bagi kelestarian lingkungan Bumi.
Panitia ”Indonesia Berprestasi Awards” menilai, apa yang dilakukan Toto Sugito memiliki kekhasan yang relevan dengan permasalahan yang tidak saja dihadapi masyarakat Indonesia, dalam hal ini terkait dengan lalu lintas perkotaan yang semakin macet dan terkena polusi, tetapi juga dengan upaya bersama seluruh umat manusia untuk menanggulangi pemanasan global yang berakibat mengerikan.
Film Sharkwater Extinction
4 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar