KOMPAS, Jumat, 5 Desember 2008 00:03 WIB
Banda Aceh - Banjir yang melanda lebih dari tujuh kabupaten di pantai barat, pantai timur, dan wilayah tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam membuktikan lingkungan dan hutan dalam kondisi rusak parah. Kebijakan moratorium logging atau penghentian
Manajer Riset Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NAD M Nur, mengatakan, terjadinya banjir di beberapa kabupaten, terutama di pantai timur Aceh, membuktikan bahwa kebijakan jeda tebang atau moratorium logging yang dicanangkan pemerintahan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar tidak berjalan. Pencegahan penebangan liar di wilayah hutan di wilayah Bukit Barisan di Provinsi Aceh tidak bisa dibendung. Selain itu, masih terus diberikannya izin eksplorasi pertambangan yang dilakukan tanpa riset terhadap dampak lingkungan telah membuat wilayah hilir Aceh banjir.
Menurut catatan Walhi Aceh, frekuensi bencana banjir melanda NAD terus meningkat. Hal ini selain disebabkan terjadinya perubahan iklim, juga dipengaruhi oleh cepatnya laju penurunan luas hutan Aceh yang mencapai 20.796 hektar per tahun.
Laju pengurangan luas hutan ini disebabkan makin tingginya aktivitas pengelolaan sumber daya alam, seperti pertambangan, perkebunan skala besar, dan pembalakan liar.
Staf Bidang Riset Walhi NAD M Oki Kurniawan menyebutkan, berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Meteorologi dan Geofisika Blang Bintang-Aceh Besar, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, serta Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Pekerjaan Umum, pada September hingga awal Desember ini sudah 11 dari 23 kabupaten di Aceh dilanda banjir.
Film Sharkwater Extinction
4 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar