KOMPAS, Kamis, 29 Januari 2009 01:39 WIB
Bangko - Antusiasme masyarakat Kabupaten Merangin, Jambi, untuk menjaga hutan sebagai milik adat sangat besar. Tahun ini, Pemkab Merangin akan mengukuhkan enam lagi hutan adat setelah sebelumnya empat hutan adat.
”Pengukuhan ini kami lakukan atas permintaan masyarakat," ujar Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Merangin Takat Himawan, Rabu (28/1).
Enam hutan yang akan dikukuhkan tahun ini adalah Hutan Adat Pulau Raman di Kecamatan Muara Siau dan Hutan Adat Bukit Tematang di Kecamatan Tiang Mumpung yang dikukuhkan Februari mendatang.
Empat lainnya akan dikukuhkan tahun ini juga, yaitu Hutan Adat Danau di Kecamatan Nalo Tantan, Hutan Adat Pulau Terbakar di Kecamatan Tabir Ulu, Hutan Adat Sungai Manai di Kecamatan Sungai Manau, dan Hutan Adat Limbur Merangin di Kecamatan Pamenang Barat.
Menurut Takat, masyarakat memiliki sejarah marga dengan wilayah yang disepakati sebagai hutan adat. Pengukuhan hutan adat ini dilakukan untuk menghormati klaim adat serta aturan-aturan yang telah diberlakukan selama ini dalam masyarakat setempat.
Sudah empat
Saat ini, lanjutnya, ada empat hutan adat yang telah dikukuhkan terlebih dahulu, yaitu di Guguk di Renah Pembarap, Pangkalan Jambu di Sungai Manau, Batang Kibul di Tabir Barat, dan Pulau Tengah di Kecamatan Jangkat.
Sebagian besar hutan adat di Merangin berada dalam kawasan area penggunaan lain. Hanya sebagian kecil yang masuk dalam kawasan hutan produksi dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Menurut Takat, hal ini menandakan antusiasme masyarakat lebih diperuntukkan melestarikan hutan. Dengan demikian, hal tersebut perlu didukung.
Pihaknya akan merancang peraturan daerah yang bertujuan untuk melindungi keberadaan hutan-hutan adat di Merangin. Hutan adat diharapkan juga dapat masuk dalam skema perdagangan karbon dunia. ”Kami sangat mendukung keberadaan hutan adat di sini,” ujarnya.
Pada Rabu kemarin, sosialisasi perhitungan cepat karbon dalam hutan dilaksanakan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bagi masyarakat pengelola Hutan Adat Guguk. Menurut Direktur KKI Warsi Rakhmat Hidayat, masyarakat dapat menghitung sendiri besaran karbon dalam hutan adat mereka. Dengan demikian, saat transaksi karbon dilaksanakan, masyarakat dapat memiliki posisi tawar yang baik di mata negara asing selaku donatur.
Anshori, warga Desa Guguk, mengatakan, sudah enam warga setempat memiliki kemampuan menghitung jumlah karbon dalam hutan. Menurut dia, kemampuan ini akan diteruskan bagi warga lainnya supaya semakin banyak yang dapat ikut serta ketika perdagangan karbon berlangsung. (ITA)
Bangko - Antusiasme masyarakat Kabupaten Merangin, Jambi, untuk menjaga hutan sebagai milik adat sangat besar. Tahun ini, Pemkab Merangin akan mengukuhkan enam lagi hutan adat setelah sebelumnya empat hutan adat.
”Pengukuhan ini kami lakukan atas permintaan masyarakat," ujar Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Merangin Takat Himawan, Rabu (28/1).
Enam hutan yang akan dikukuhkan tahun ini adalah Hutan Adat Pulau Raman di Kecamatan Muara Siau dan Hutan Adat Bukit Tematang di Kecamatan Tiang Mumpung yang dikukuhkan Februari mendatang.
Empat lainnya akan dikukuhkan tahun ini juga, yaitu Hutan Adat Danau di Kecamatan Nalo Tantan, Hutan Adat Pulau Terbakar di Kecamatan Tabir Ulu, Hutan Adat Sungai Manai di Kecamatan Sungai Manau, dan Hutan Adat Limbur Merangin di Kecamatan Pamenang Barat.
Menurut Takat, masyarakat memiliki sejarah marga dengan wilayah yang disepakati sebagai hutan adat. Pengukuhan hutan adat ini dilakukan untuk menghormati klaim adat serta aturan-aturan yang telah diberlakukan selama ini dalam masyarakat setempat.
Sudah empat
Saat ini, lanjutnya, ada empat hutan adat yang telah dikukuhkan terlebih dahulu, yaitu di Guguk di Renah Pembarap, Pangkalan Jambu di Sungai Manau, Batang Kibul di Tabir Barat, dan Pulau Tengah di Kecamatan Jangkat.
Sebagian besar hutan adat di Merangin berada dalam kawasan area penggunaan lain. Hanya sebagian kecil yang masuk dalam kawasan hutan produksi dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Menurut Takat, hal ini menandakan antusiasme masyarakat lebih diperuntukkan melestarikan hutan. Dengan demikian, hal tersebut perlu didukung.
Pihaknya akan merancang peraturan daerah yang bertujuan untuk melindungi keberadaan hutan-hutan adat di Merangin. Hutan adat diharapkan juga dapat masuk dalam skema perdagangan karbon dunia. ”Kami sangat mendukung keberadaan hutan adat di sini,” ujarnya.
Pada Rabu kemarin, sosialisasi perhitungan cepat karbon dalam hutan dilaksanakan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bagi masyarakat pengelola Hutan Adat Guguk. Menurut Direktur KKI Warsi Rakhmat Hidayat, masyarakat dapat menghitung sendiri besaran karbon dalam hutan adat mereka. Dengan demikian, saat transaksi karbon dilaksanakan, masyarakat dapat memiliki posisi tawar yang baik di mata negara asing selaku donatur.
Anshori, warga Desa Guguk, mengatakan, sudah enam warga setempat memiliki kemampuan menghitung jumlah karbon dalam hutan. Menurut dia, kemampuan ini akan diteruskan bagi warga lainnya supaya semakin banyak yang dapat ikut serta ketika perdagangan karbon berlangsung. (ITA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar