Pemkot Bandung Dituntut Bertindak Nyata
KOMPAS, 30 Januari 2009 10:53 WIB
Bandung - Warga Kelurahan Cicaheum, Kecamatan Kiaracondong, mendesak Pemerintah Kota Bandung segera menindak pabrik yang mencemari Sungai Ciparungpung. Alasannya, pencemaran itu semakin mengancam kelangsungan hidup warga setempat.
Nengsi (50), warga RT 03 RW 07, menjelaskan, sudah 10 tahun air sungai berwarna biru kehitaman dan memunculkan bau tak sedap. Kadang warnanya merah tua, kadang kekuningan," kata Nengsi kepada Wali Kota Bandung Dada Rosada di Cicaheum, Kamis (29/1).
Ridwan (45), warga, mengatakan, Sungai Ciparungpung juga kerap meluap dan merendam rumah warga saat hujan turun. Sebagian tanggul hanya berupa tumpukan batu sehingga tidak mampu menahan air. Untuk itu, Wali Kota diminta memperbaiki tanggul.
"Tahun 1998 terjadi banjir besar karena tanggul sungai jebol. Kalau sekarang ini banjirnya 20-30 cm setiap turun hujan. Kami khawatir akan terjadi banjir besar lagi kalau tanggul tidak segera diperbaiki," kata Henny, Ketua RW 07 Kelurahan Cicaheum. Melihat fakta di lapangan, Dada memerintahkan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandung Nana Supriatna segera mengetes air guna mengetahui tingkat pencemarannya. "Saya meminta camat dan Kepala BPLH untuk memeriksa sumber pencemaran. Kalau terbukti ada pabrik yang membuang limbah tanpa IPAL (instalasi pembuangan air limbah), izinnya bisa dicabut," kata Dada seraya berjanji memperbaiki tanggul yang rusak.
Menurut Nana, ada tiga pabrik yang berdiri di dekat Sungai Ciparungpung. Dia berjanji segera memanggil pemilik ketiga pabrik itu. Namun, sebelumnya akan dilakukan pemeriksaan lapangan, terutama menyangkut IPAL.
"Pada Senin (2/2) saya mengundang para pemilik pabrik. Semoga segera ada penjelasan sehingga kami tahu harus bertindak apa, ujar Nana tanpa menyebutkan nama ketiga pabrik tersebut.
Sumur mengering
Sementara itu, sumur air milik warga Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, di belakang Hotel Hilton, kini mengering. Penyebabnya diduga akibat pembuatan sumur artesis di hotel bintang lima di Jalan Pasirkaliki itu.
Djuhara, Sekretaris RW 07, mengungkapkan, sejak delapan bulan terakhir banyak sumur warga tidak lagi mengeluarkan air. "Air sumur saya yang semula melimpah sekarang berkurang. Saat kemarau, sumur kering. Padahal, sebelumnya hal itu tidak pernah terjadi," ujarnya. Djia Auw Kwin Tjin (58), warga RT 03 RW 07 Kelurahan Arjuna, menceritakan, sebelum hotel dibangun, permukaan air hanya 1 meter dari bibir sumur. Saat ini permukaan air menurun hingga 2 meter. Dia khawatir kondisi sumur semakin parah bila hotel sudah beroperasi. "Bayangkan saja, hotel baru dibangun saja air sudah sedemikian surut, apalagi nanti kalau sudah banyak tamu hotel," ujarnya.
Belum ada penjelasan detail dari pihak Hotel Hilton tentang sumur mengering tersebut. "Saya belum bisa memberi penjelasan mengenai masalah itu. Soalnya saya harus berbicara dulu dengan General Manager Hotel Hilton," kata Evi Azhali, Humas Hotel Hilton. (MHF)
KOMPAS, 30 Januari 2009 10:53 WIB
Bandung - Warga Kelurahan Cicaheum, Kecamatan Kiaracondong, mendesak Pemerintah Kota Bandung segera menindak pabrik yang mencemari Sungai Ciparungpung. Alasannya, pencemaran itu semakin mengancam kelangsungan hidup warga setempat.
Nengsi (50), warga RT 03 RW 07, menjelaskan, sudah 10 tahun air sungai berwarna biru kehitaman dan memunculkan bau tak sedap. Kadang warnanya merah tua, kadang kekuningan," kata Nengsi kepada Wali Kota Bandung Dada Rosada di Cicaheum, Kamis (29/1).
Ridwan (45), warga, mengatakan, Sungai Ciparungpung juga kerap meluap dan merendam rumah warga saat hujan turun. Sebagian tanggul hanya berupa tumpukan batu sehingga tidak mampu menahan air. Untuk itu, Wali Kota diminta memperbaiki tanggul.
"Tahun 1998 terjadi banjir besar karena tanggul sungai jebol. Kalau sekarang ini banjirnya 20-30 cm setiap turun hujan. Kami khawatir akan terjadi banjir besar lagi kalau tanggul tidak segera diperbaiki," kata Henny, Ketua RW 07 Kelurahan Cicaheum. Melihat fakta di lapangan, Dada memerintahkan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandung Nana Supriatna segera mengetes air guna mengetahui tingkat pencemarannya. "Saya meminta camat dan Kepala BPLH untuk memeriksa sumber pencemaran. Kalau terbukti ada pabrik yang membuang limbah tanpa IPAL (instalasi pembuangan air limbah), izinnya bisa dicabut," kata Dada seraya berjanji memperbaiki tanggul yang rusak.
Menurut Nana, ada tiga pabrik yang berdiri di dekat Sungai Ciparungpung. Dia berjanji segera memanggil pemilik ketiga pabrik itu. Namun, sebelumnya akan dilakukan pemeriksaan lapangan, terutama menyangkut IPAL.
"Pada Senin (2/2) saya mengundang para pemilik pabrik. Semoga segera ada penjelasan sehingga kami tahu harus bertindak apa, ujar Nana tanpa menyebutkan nama ketiga pabrik tersebut.
Sumur mengering
Sementara itu, sumur air milik warga Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, di belakang Hotel Hilton, kini mengering. Penyebabnya diduga akibat pembuatan sumur artesis di hotel bintang lima di Jalan Pasirkaliki itu.
Djuhara, Sekretaris RW 07, mengungkapkan, sejak delapan bulan terakhir banyak sumur warga tidak lagi mengeluarkan air. "Air sumur saya yang semula melimpah sekarang berkurang. Saat kemarau, sumur kering. Padahal, sebelumnya hal itu tidak pernah terjadi," ujarnya. Djia Auw Kwin Tjin (58), warga RT 03 RW 07 Kelurahan Arjuna, menceritakan, sebelum hotel dibangun, permukaan air hanya 1 meter dari bibir sumur. Saat ini permukaan air menurun hingga 2 meter. Dia khawatir kondisi sumur semakin parah bila hotel sudah beroperasi. "Bayangkan saja, hotel baru dibangun saja air sudah sedemikian surut, apalagi nanti kalau sudah banyak tamu hotel," ujarnya.
Belum ada penjelasan detail dari pihak Hotel Hilton tentang sumur mengering tersebut. "Saya belum bisa memberi penjelasan mengenai masalah itu. Soalnya saya harus berbicara dulu dengan General Manager Hotel Hilton," kata Evi Azhali, Humas Hotel Hilton. (MHF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar