Kamis, 29 Januari 2009

Kalau Pohon Bisa Menangis...

KOMPAS, Rabu, 28 Januari 2009 00:40 WIB
Ribuan pohon peneduh berusia puluhan tahun adalah salah satu kekayaan Kota Medan. Sayang, kekayaan itu tak terpelihara baik akhir-akhir ini. Apalagi menjelang pemilu tahun ini, pohon-pohon itu makin merana.


Paku-paku menancap di batang pohon-pohon itu. Di sisi lain, tali-temali menjeratnya. Warga bak tak peduli saat menempel atribut partai, gambar calon anggota legislatif, atau gambar calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Semakin mendekati pelaksanaan pemilu legislatif, semakin banyak gambar terpasang.
Jika sebelumnya pada satu batang pohon hanya ada satu- dua gambar/tanda gambar, kini bisa lima hingga sepuluh gambar. Hampir tak ada pohon yang dibiarkan menganggur, tak tertempel gambar. Bahkan, pohon yang batangnya masih berdiameter kurang dari lima sentimeter pun diganduli beragam atribut.
”Kalau bisa menangis, pasti pohon-pohon itu sudah bercucuran air mata,” komentar Kepala Seksi Operasional Reklame Dinas Pertamanan Kota Medan Baharudin, pekan lalu di Medan, Sumatera Utara.
Semrawutnya kota akibat atribut partai yang tertempel di mana-mana membuat Baharudin mengeluh. Hutan kota dan taman kota yang luasnya semakin minim tak lagi terlihat hijau. Kini semua tampak warna-warni, tapi semrawut. Pohon tak lagi berfungsi sebagai peneduh, tapi papan reklame gratis.
”Warga kota belum sadar akan estetika kota. Rasa kepemilikan terhadap fasilitas publik, terutama pohon peneduh, belum ada,” keluh Baharudin.
Tanggal 22 Januari lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Medan, Dinas Pertamanan, dan Satpol PP kembali membersihkan atribut partai dan gambar calon anggota legislatif yang dipasang sembarangan, setelah tahun lalu mereka melakukan hal serupa. Pembersihan dilakukan di jalan protokol dan taman kota, termasuk yang tertempel di pohon peneduh.
Tim mengaku tidak sanggup jika harus membersihkan semua atribut yang terpasang di pohon hingga ke pelosok kota. ”Bisa-bisa ini jadi kegiatan rutin kami,” tutur anggota KPU Kota Medan, Pandapotan Tamba. ”KPU masih disibukkan persiapan pemilu yang menumpuk. Anggaran pembersihan pun tidak ada,” tambahnya.
35.000 atribut
Panwaslu Kota Medan menyatakan, sedikitnya ada 35.000 atribut partai yang memenuhi kota akhir-akhir ini. Sebanyak 28.000 di antaranya melanggar ketentuan—terutama karena ditancapkan di pohon peneduh dan fasilitas publik.
Dalam kaitan itu, anggota DPD Parlindungan Purba, yang atributnya ikut diangkut KPU karena dipasang di taman kota, minta maaf. ”Ini karena yang memasang tidak tahu ketentuan pemasangan. Kalau mau memasang di papan reklame, mahal,” ujar Parlindungan.
Sebenarnya pemerintah kota sudah menyediakan sekitar 23 lokasi pemasangan atribut kampanye gratis. Namun, menurut Baharudin, baru empat dari 37 partai yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Beberapa orang mengatakan tidak memasang di panggung yang disediakan karena letaknya kurang strategis.
Meskipun peraturan KPU Nomor 19/2008 menyatakan pemerintah dapat mencabut atribut partai yang melanggar aturan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, Baharudin mengaku tak bisa melakukan pencabutan atribut tanpa Panwaslu dan KPU. Sebab, petugas takut dengan orang-orang partai.
Dalam penertiban tanggal 22 Januari lalu, misalnya, bahkan ada petugas yang mencoba mempertahankan gambar calon anggota legislatif atau calon anggota DPD. Entah karena pendukung, entah karena gambar itu gambar kerabatnya.
Tampaknya masih banyak yang berpendapat, daripada ribut, lebih baik diam saja meskipun kota semrawut dan pohon peneduh terancam mati. (WSI)

Tidak ada komentar: