KOMPAS, Jumat, 27 Maret 2009 | 04:36 WIB
Lhokseumawe - Upaya daur ulang sampah plastik yang dilakukan Palapa Plastic Recycle Foundation, sebuah lembaga yang dibentuk masyarakat Lhokseumawe untuk mengatasi persoalan sampah plastik, kini mulai dilirik perusahaan pendaur ulang sampah plastik terbesar di dunia. Lembaga ini ditawari kesempatan mengekspor sampah plastik yang telah diolah.
Menurut Chairman Palapa Plastik Recycle Foundation (PPRF) Baharudin Sanian, yayasannya menampung berbagai sampah plastik yang dikumpulkan pemulung. Berbeda dengan agen barang bekas, yayasan ini, menurut Baharudin, memberdayakan pemulung dengan cara membantu mereka mengetahui nilai ekonomis sampah plastik. Jika sebelumnya pemulung menyerahkan sampah plastik berbagai jenis dalam bentuk aslinya, yayasan membantu pemulung memisahkan berbagai jenis sampah plastik tersebut sesuai unsur kimianya masing-masing.
”Dengan cara membagi semua jenis sampah plastik menurut unsur kimianya masing-masing, secara langsung membuat harga jual sampah plastik tersebut meningkat. Dulu ketika pemulung menyerahkan sampah plastik dalam bentuk utuh dan bercampur baur dihargai oleh agen pengumpul hanya Rp 1.000 per kilogram. Tetapi, ketika sampah plastik tersebut mulai dibagi dan dikelompokkan sesuai unsur kimianya, harganya meningkat berkali lipat,” ujar Baharudin.
Dia mencontohkan, satu botol minuman bisa terdiri atas dua jenis sampah plastik yang berbeda, botol dan tutupnya. Ketika keduanya dipisahkan dan digabungkan dengan jenis yang sama, harga sampah plastik tersebut bisa lebih mahal dibandingkan saat pemulung menjual botol dan tutupnya tak terpisah. ”Kami butuh waktu sampai dua tahun membuat pemulung tahu membedakan jenis-jenis sampah plastik,” ujar Baharadin.
PPRF kini memiliki sebuah tempat penampungan dan pabrik pengolahan sampah plastik. Pabrik ini berfungsi menggiling sampah-sampah plastik yang telah dipisahkan ke dalam berbagai jenis menjadi serpihan kecil atau plastic chips. ”Kalau dijual dalam bentuk plastic chips ini, harganya lebih mahal lagi,” kata Baharudin.
PPRF, menurut Baharudin, sempat dibantu lembaga donor yang datang ke Lhokseumawe pascatsunami. Dari lembaga donor inilah PPRF mendapatkan konsultasi bisnis dan dihubungkan dengan salah satu perusahaan pengolah sampah plastik terbesar di dunia yang berbasis di Hongkong, Fukutomi.
”Perwakilan Fukutomi telah datang ke Lhokseumawe dan tertarik dengan apa yang kami lakukan. Mereka meminta kami mengekspor sebesar dua kontainer sampah plastik yang telah digiling tersebut,” ujar Baharudin sembari mengatakan, dalam sebulan PPRF bisa menjual 150 ton sampah plastik yang telah diolah ke pabrik pengolahan.
Namun, upaya PPRF mengatasi persoalan sampah plastik ini tak sepenuhnya didukung Pemerintah Kota Lhokseumawe. Mereka malah meminta PPRF membantu pemkot menyediakan tempat sampah.
”Padahal, kami minta pemkot agar mau mendidik masyarakat, membuang sampah dengan memilah jenisnya,” ujar Public Outreach PPRF Surya Aslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar