Senin, 02 Maret 2009

Lingkungan - Walikota Didesak Tertibkan Laundry

KOMPAS, Senin, 2 Maret 2009 01:45 WIB
Jakarta - Warga Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat (Jakbar), mendesak Walikota Jakbar Djoko Ramadhan bersikap keras terhadap usaha pencucian dan pencelupan jins. Djoko sepakat, tahun 2010, usaha ini harus dipindahkan ke kawasan industri, antara lain kawasan industri di Semanan, Kalideres, Jakbar.


”Tertibkan setiap usaha yang melanggar ketentuan, terutama ketentuan peruntukkan ruang. Jangan menunggu warga bertindak kasar kepada mereka,” tegas Amin, warga RW 2.

Ia mengatakan, warga sudah cukup toleran kepada 46 usaha laundry. ”Selama tiga tahun ini kami menunggu tidak pasti, kapan usaha seperti ini direlokasi,” ucap Amin. Dia menjelaskan, tahun 2006 Gubernur DKI Jakarta yang saat itu dijabat Sutiyoso sudah menyatakan, usaha ini tidak mengantongi izin dan telah mencemari air tanah serta sungai sehingga harus direlokasi.

Beno (47), warga RW 04, mengatakan, ketidakmampuan pemilik dan pengelola laundry membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) membuktikan, mereka tidak serius memperbaiki lingkungan.

”Toleransi terhadap mereka sudah cukup. Jangan lagi tetap bersikap toleran, sebab, mereka pasti akan meminta lagi penundaan pemenuhan persyaratan, serta penundaan relokasi. Pemerintah kota harus berani bersikap tegas,” kata Beno.

Sekretaris Komisi D membidangi pembangunan DPRD DKI Jakarta Fatih R Shidiq menyampaikan hal senada. ”Walikota jangan banci. Dia harus berani bersikap tegas. Tertibkan usaha yang tidak sanggup menyediakan IPAL dan masih tetap menggunakan air tanah,” tandasnya.

Djoko yang dihubungi terpisah berjanji bersikap tegas. ”Tahun 2010 usaha ini harus sudah pindah! Mereka boleh memilih, mau pindah ke kawasan industri yang mana. Saya mengusulkan, sebaiknya mereka pindah ke Semanan,” tegas Djoko.

Mengenai dua syarat yang harus dipenuhi pemilik dan pengelola laundry dia mengatakan, ”Sifatnya cuma sementara”. ”Kan kita tidak bisa menyuruh mereka tiba-tiba menutup usaha mereka di sana, lalu merelokasi usaha tersebut. Sebab, ini menyangkut nasib ribuan pekerja. Sebaliknya, kita juga tidak mau nasib ribuan pekerja itu mereka jadikan pembenaran,” ujar Djoko.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Cuci dan Garmen Sukabumi Selatan Edi Susanto mengakui baru sebagian kecil pengelola yang sudah mulai berlangganan air dan membangun IPAL. ”Ongkos membuat IPAL mahal, sampai Rp 400 juta, sementara kawan-kawan pengelola masih ragu terhadap kelancaran air yang dikelola pemerintah,” paparnya. ”Selain itu, kondisi ekonomi masih berat buat usaha kami,” ucapnya.

Tidak ada komentar: