Senin, 02 Maret 2009

Harimau Terkam Dua Pembalak

Korban Sudah Delapan Orang
KOMPAS, Selasa, 3 Maret 2009 05:59 WIB

Jambi - Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) kembali menerkam dua pembalak liar hingga keduanya tewas. Dengan demikian, dalam lima pekan terakhir, setidaknya delapan orang diterkam harimau pada kawasan yang berdekatan di perbatasan Jambi-Sumatera Selatan.


Para korban, dua bersaudara Musmuliadi (31) dan Musliadi (30), tewas diterkam pada Senin (2/3) dini hari di pondokan yang mereka bangun di dekat kanal gambut. Mereka adalah pembalak liar kayu di area hutan produksi Desa Muara Medak, Bayung Lencir, Musi Banyuasin, yang berbatasan dengan Jambi.

Dengan tewasnya dua pembalak tersebut, berarti telah delapan orang yang menjadi korban terkaman harimau sumatera. Sebagian besar dari mereka adalah pembalak dan perambah liar dari luar Jambi.

Mereka beroperasi di sana karena dibayar oleh sejumlah cukong kayu. Meski demikian, kegiatan mereka yang ilegal tersebut sangat jarang teridentifikasi.

Oleh karena itu, menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi Didy Wurjanto, rentetan peristiwa konflik harimau dan manusia telah membuka mata bagi pihaknya untuk mengetahui secara lebih jelas akan parahnya aktivitas pembalakan liar di hutan produksi.

Terusik

Setelah dicek, kata Didy, ada lebih dari 20 tempat penggergajian (sawmill) yang beroperasi dalam satu lokasi saja. Semua kayu curian dialirkan lewat kanal-kanal gambut. Padahal, kanal tersebut merupakan sumber air minum bagi harimau. ”Kami menduga harimau merasa terusik oleh aktivitas manusia di hutan yang merupakan teritorinya tersebut,” tutur Didy.

Menanggapi banyaknya kasus harimau menerkam manusia belakangan ini, Co-Project Manager Zoological Society of London Indonesia Project Dolly Priatna mengatakan, fenomena tersebut lebih sebagai bentuk upaya beradaptasi dengan perubahan dalam hutan sebagai hunian mereka. Harimau sebenarnya cenderung menjauh dari wilayah manusia.

Di Sumatera Barat, masyarakat Nagari Durian Tinggi, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, meminta pemerintah semakin gencar menyosialisasikan masalah satwa liar yang dilindungi.

Penjelasan itu diperlukan setelah seorang warga, Syarifuddin (53), tertangkap karena hendak menjual kulit dan tulang harimau.

Wali Nagari Durian Tinggi Ardianto, Minggu, mengatakan, pengetahuan tentang satwa dilindungi ini dibutuhkan karena hampir semua warga bekerja sebagai petani di hutan-hutan. ”Ladang warga berada di perbukitan. Karena itu, mereka kerap bertemu dengan hewan liar, seperti beruang madu dan harimau sumatera.”

Tidak ada komentar: