KOMPAS, Rabu, 11 Maret 2009 05:15 WIB
Medan - Sekitar 20.000 hektar hutan lindung Register 15 di wilayah Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, diusulkan menjadi taman hutan rakyat atau tahura.
Sumatra Deputy Program Conservation International (CI) Indonesia Erwin Perbatakusuma, Selasa (10/3), mengatakan, status hutan lindung hanya berfungsi mencegah longsor dan banjir. Namun, jika tahura, itu bisa menjadi hutan konservasi dan bisa dimanfaatkan manusia. ”Nilai konservasi lebih bisa masuk ke dalam tahura,” tutur Erwin. Selain itu, kata Erwin, agar hutan bisa lebih efektif dikelola.
Pekan lalu, draf perubahan hutan lindung menjadi tahura sudah diserahkan CI kepada Bupati Tapanuli Selatan Ongku Parmonangan Hasibuan di kantor Bupati Tapanuli Selatan. Ongku menyatakan masih akan mempelajari draf tersebut, tetapi berjanji segera menandatangani.
Ongku mengatakan, dirinya berminat memanfaatkan hutan untuk konservasi dan bisa menggunakan salah satu kawasan hutan untuk kawasan perburuan yang menarik bagi wisatawan.
Menurut Erwin, perubahan menjadi tahura akan memudahkan kabupaten bisa mengontrol hutannya.
”Jika kontrol dari pusat, justru menyulitkan dan banyak masalah yang terjadi. Ini juga bagian dari otonomi daerah,” tutur Erwin.
CI sendiri menyatakan kesiapan untuk mengawal perubahan status hutan itu sampai ke Menteri Kehutanan hingga betul-betul menjadi tahura.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara Syahrul Sagala mengatakan, mengubah status kawasan baik saja, hanya perlu dilihat alasan di balik perubahan status. Walhi melihat banyak status hutan yang diubah akhir-akhir ini karena terkait dengan program pengurangan emisi atau reducing emissions from deforestation and forest degradation (REDD) dalam Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) di Bali tahun 2007.
Medan - Sekitar 20.000 hektar hutan lindung Register 15 di wilayah Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, diusulkan menjadi taman hutan rakyat atau tahura.
Sumatra Deputy Program Conservation International (CI) Indonesia Erwin Perbatakusuma, Selasa (10/3), mengatakan, status hutan lindung hanya berfungsi mencegah longsor dan banjir. Namun, jika tahura, itu bisa menjadi hutan konservasi dan bisa dimanfaatkan manusia. ”Nilai konservasi lebih bisa masuk ke dalam tahura,” tutur Erwin. Selain itu, kata Erwin, agar hutan bisa lebih efektif dikelola.
Pekan lalu, draf perubahan hutan lindung menjadi tahura sudah diserahkan CI kepada Bupati Tapanuli Selatan Ongku Parmonangan Hasibuan di kantor Bupati Tapanuli Selatan. Ongku menyatakan masih akan mempelajari draf tersebut, tetapi berjanji segera menandatangani.
Ongku mengatakan, dirinya berminat memanfaatkan hutan untuk konservasi dan bisa menggunakan salah satu kawasan hutan untuk kawasan perburuan yang menarik bagi wisatawan.
Menurut Erwin, perubahan menjadi tahura akan memudahkan kabupaten bisa mengontrol hutannya.
”Jika kontrol dari pusat, justru menyulitkan dan banyak masalah yang terjadi. Ini juga bagian dari otonomi daerah,” tutur Erwin.
CI sendiri menyatakan kesiapan untuk mengawal perubahan status hutan itu sampai ke Menteri Kehutanan hingga betul-betul menjadi tahura.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara Syahrul Sagala mengatakan, mengubah status kawasan baik saja, hanya perlu dilihat alasan di balik perubahan status. Walhi melihat banyak status hutan yang diubah akhir-akhir ini karena terkait dengan program pengurangan emisi atau reducing emissions from deforestation and forest degradation (REDD) dalam Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) di Bali tahun 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar