KOMPAS, Jumat, 13 Maret 2009 05:27 WIB
Jambi - Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin menginstruksikan Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA untuk sesegera mungkin memasang perangkap guna menangkap harimau sumatera yang masih berkeliaran di dalam hutan di Jambi. Rencana tersebut langsung mengundang kecaman dari kalangan aktivis lingkungan.
”Penanganan terhadap harimau yang telah menewaskan korban manusia sudah jelas. Harimau harus ditangkap,” ujar Zulkifli, Kamis (12/3).
Menurut Zulkifli, kebijakan ini dilakukan karena undang-undang menyatakan bahwa harimau tidak boleh dibunuh sehingga diambil jalan keluar supaya harimau ditangkap saja.
Setelah ditangkap, harimau akan dimasukkan ke Kebun Binatang Taman Rimba, Kota Jambi, untuk dipelihara. Pihaknya berencana menganggarkan biaya pemeliharaan harimau dalam Anggaran Biaya Tambahan Provinsi Jambi.
”Akan kita cari dari sektor mana penganggaran tersebut dapat diambil,” ujarnya.
Bila tidak memungkinkan, pihaknya berencana menggandeng lembaga swadaya masyarakat untuk membantu biaya pemeliharaan satwa liar tersebut. ”Biaya pemeliharaan dan makan satu ekor harimau diperkirakan Rp 400.000 per bulan. Jika harimaunya ada empat, berarti kebutuhannya Rp 1,6 juta per bulan,” ujarnya.
Kepala BKSDA Jambi Didy Wurjanto mengatakan, pemasangan jerat tidak akan dilakukan selama harimau masih berada dalam teritorinya. Selama ini justru manusialah yang memasuki teritori harimau dan membalak serta merambah hutan. Tindakan manusia tersebut sebagai penyebab tindakan agresif harimau belakangan ini.
”Hanya jika harimau sudah memasuki wilayah permukiman masyarakat, kami baru akan mengamankan. Tetapi, selanjutnya harimau akan dilepas ke habitatnya kembali,” tutur Didy.
Artis yang juga aktivis lingkungan, Franky Sahilatua, yang berkunjung ke Jambi, Kamis, mengecam rencana tersebut. ”Manusia yang merusak hutan itulah yang seharusnya ditangkap. Ini, kok, malah harimau yang mau ditangkap. Harimau, kan, memang hidupnya di hutan,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Rakhmat Hidayat mengatakan, Gubernur semestinya tidak menginstruksikan penangkapan harimau dalam hutan. Rencana itu bertentangan dengan undang-undang mengenai konservasi.
Jambi - Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin menginstruksikan Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA untuk sesegera mungkin memasang perangkap guna menangkap harimau sumatera yang masih berkeliaran di dalam hutan di Jambi. Rencana tersebut langsung mengundang kecaman dari kalangan aktivis lingkungan.
”Penanganan terhadap harimau yang telah menewaskan korban manusia sudah jelas. Harimau harus ditangkap,” ujar Zulkifli, Kamis (12/3).
Menurut Zulkifli, kebijakan ini dilakukan karena undang-undang menyatakan bahwa harimau tidak boleh dibunuh sehingga diambil jalan keluar supaya harimau ditangkap saja.
Setelah ditangkap, harimau akan dimasukkan ke Kebun Binatang Taman Rimba, Kota Jambi, untuk dipelihara. Pihaknya berencana menganggarkan biaya pemeliharaan harimau dalam Anggaran Biaya Tambahan Provinsi Jambi.
”Akan kita cari dari sektor mana penganggaran tersebut dapat diambil,” ujarnya.
Bila tidak memungkinkan, pihaknya berencana menggandeng lembaga swadaya masyarakat untuk membantu biaya pemeliharaan satwa liar tersebut. ”Biaya pemeliharaan dan makan satu ekor harimau diperkirakan Rp 400.000 per bulan. Jika harimaunya ada empat, berarti kebutuhannya Rp 1,6 juta per bulan,” ujarnya.
Kepala BKSDA Jambi Didy Wurjanto mengatakan, pemasangan jerat tidak akan dilakukan selama harimau masih berada dalam teritorinya. Selama ini justru manusialah yang memasuki teritori harimau dan membalak serta merambah hutan. Tindakan manusia tersebut sebagai penyebab tindakan agresif harimau belakangan ini.
”Hanya jika harimau sudah memasuki wilayah permukiman masyarakat, kami baru akan mengamankan. Tetapi, selanjutnya harimau akan dilepas ke habitatnya kembali,” tutur Didy.
Artis yang juga aktivis lingkungan, Franky Sahilatua, yang berkunjung ke Jambi, Kamis, mengecam rencana tersebut. ”Manusia yang merusak hutan itulah yang seharusnya ditangkap. Ini, kok, malah harimau yang mau ditangkap. Harimau, kan, memang hidupnya di hutan,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Rakhmat Hidayat mengatakan, Gubernur semestinya tidak menginstruksikan penangkapan harimau dalam hutan. Rencana itu bertentangan dengan undang-undang mengenai konservasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar