Selasa, 03 Maret 2009

Pemilik Vila di Puncak Diminta Bongkar Bangunan

KOMPAS, Selasa, 3 Maret 2009 05:21 WIB
Bogor - Para pemilik vila di lahan negara atau kawasan konservasi air di kawasan Puncak, Cisarua, Bogor, diharapkan membongkar sendiri bangunan mereka yang melanggar sejumlah peraturan. Jika tidak melakukannya dalam tempo dua bulan ke depan, Pemerintah Kabupaten Bogor akan membongkarnya.


”Peringatan pertama sudah kami lakukan saat kami melakukan kunjungan ke sini (Desa Tugu Utara, Cisarua) sebulan lalu. Waktu itu kami beri waktu 1,5 bulan untuk membongkarnya. Kalau tidak diindahkan, kami beri peringatan kedua dengan tambahan waktu 1,5 bulan lagi,” kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Senin (2/3) siang di Cisarua.

Kalau ternyata tidak diindahkan juga, kata dia, Pemerintah Kabupaten Bogor harus membongkar paksa vila atau bangunan yang melanggar hukum itu.

Rachmat Witoelar berada di Bogor bersama Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menteri Kehutanan MS Ka’ban, Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, dan Wakil Bupati Bogor Karyawan Fathurachman, serta sejumlah pejabat dari kementerian-kementerian itu.

Mereka berkumpul berkaitan dengan program Pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Secara Terpadu, sekaligus meninjau beberapa proyek dari program tersebut di lapangan.

Rachmat Witoelar mengatakan, surat peringatan kepada para pemilik vila tersebut sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor.

”Yang punya wilayah adalah Pemerintah Kabupaten Bogor. Surat peringatan itu dari Pemerintah Kabupaten Bogor, bukan dari kantor saya,” katanya.

Namun, fakta di lapangan, Pemerintah Kabupaten Bogor baru melakukan pendataan vila. ”Baru dua minggu ini kami melakukan pendataan bersama dengan staf Pak Mas’an (Mas’an Djajuli, Kepala Dinas Cipta Karya). Perlu waktu sebulanlah untuk kelar pendataannya,” kata Camat Cisarua Tutang Badrutaman.

Tutang menambahkan, di kecamatannya tercatat ada 586 vila yang perlu diteliti kembali kepemilikan dan izin bangunannya, termasuk 250 vila yang berada di lahan negara atau Perkebunan Teh Gunung Mas.

”Kami harus data kembali, untuk memastikan apakah vila tersebut bukan berada di lahan milik pribadi. Jadi, tidak bisa asal memberi surat peringatan. Surat peringatan itu pun yang mengeluarkan Bupati Bogor, bukan camat,” katanya.

Sementara itu, dalam sambutannya, Karyawan Fathurachman, antara lain, mengatakan, hendaknya pemerintah pusat dalam membuat program kebijakan pemulihan DAS Ciliwung, khususnya di bagian hulu, juga memerhatikan nasib dan kebiasaan rakyatnya.

Dia berharap, pemerintah pusat juga memerhatikan kondisi lingkungan di DAS Cisadane, yang kebetulan hulunya tidak melalui ibu kota Jakarta.

Dede Yusuf mengatakan, pemerintah pusat jangan hanya memberi kewenangan dan kewajiban kepada pemerintah daerah dalam hal menjaga hutan dan lahan konservasi atau kelestarian lingkungan hidup di hulu. Pemerintah pusat juga harus memberikan kewenangan dan dukungan penuh untuk pemda dalam melakukan tindakan, termasuk semacam pembongkaran vila di kawasan Puncak.

”Kami berharap penanganan DAS Ciliwung terpadu ini lebih ditingkatkan lagi menjadi kaukus lingkungan hidup sehingga DAS-DAS lainnya juga menjadi perhatian. Bukan hanya DAS Ciliwung yang diperhatikan hanya karena hulunya di Jakarta,” katanya.

Tidak ada komentar: