Selasa, 14 April 2009

Air Murni Makin Sulit

Produksi Hidrogen dari Dalam Laut
KOMPAS, Sabtu, 11 April 2009 03:16 WIB
Jakarta - Sumber air baik di darat maupun di laut kini makin terkontaminasi pencemaran. Hal ini menyulitkan perolehan sumber air murni yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku hidrogen sebagai sumber energi ramah lingkungan pada masa depan.


Salah satu alternatif yang baik untuk dikembangkan dari sektor kelautan adalah memperoleh air murni itu dari kedalaman lebih dari 1.000 meter.

”Pencemaran air sudah melanda di mana-mana. Sumber energi hidrogen memang paling baik karena ramah lingkungan, tetapi kendalanya terdapat perolehan air murni karena banyak sumber air yang tercemar dan juga terbatasnya ketersediaan listrik yang harus diperoleh dari sumber energi ramah lingkungan,” kata Direktur PT Colano E&P Yasser Rahman saat dihubungi Jumat (10/4).

Yasser adalah salah satu pengembang yang merintis rekayasa industri di sektor kelautan untuk menghasilkan energi listrik. Teknologi yang dirancang dikenal sebagai ocean thermal energy conversion (OTEC). Teknologi ini memanfaatkan beda suhu sekitar 15 derajat celsius antara permukaan laut dan kedalaman laut untuk membangkitkan sistem fluida kerja.

Sistem fluida kerja menjadi energi penggerak turbin penghasil listrik. Lokasi yang dipilih untuk persiapan industri ini adalah Mamuju, Sulawesi Barat.

Konferensi kelautan

Menurut Yasser, produksi listrik dengan sistem OTEC di laut menjadi modal pengembangan produksi hidrogen dengan sumber air murni yang didapat dari kedalaman laut lebih dari 1.000 meter. Sumber air murni itu berkelimpahan dan sumber energi listriknya juga ramah lingkungan, mengandalkan beda suhu permukaan dan kedalaman laut.

Perpaduan teknologi untuk pemanfaatan sektor kelautan di bidang energi ini cukup konkret. Masalah ini dapat dimasukkan ke dalam pembahasan agenda Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference/WOC) di Manado, Sulawesi Utara, 11-15 Mei 2009.

Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi pada pemaparan kesiapan penyelenggaraan WOC, Rabu (8/4), mengemukakan, kemampuan laut bukan hanya menjaga keseimbangan lingkungan. Lebih dari itu, laut juga memiliki potensi bagi lahirnya sumber energi yang sangat ramah lingkungan.

Akan tetapi, persoalan energi dari sektor kelautan ini kurang dikedepankan Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan WOC. Menurut Sekretaris Panitia Nasional WOC Indroyono Soesilo, hasil WOC pertama kali ini diharapkan bisa menjadi landasan pembahasan-pembahasan internasional berikutnya, termasuk soal energi ramah lingkungan dari sektor kelautan.

Titik tekan yang masih diperjuangkan dari WOC, menurut Indroyono, pada upaya konservasi kawasan segitiga terumbu karang yang menjadi habitat terumbu karang terluas di dunia. Pembahasan lainnya terkait peran kelautan dalam menghadapi perubahan iklim.

Tidak ada komentar: