KOMPAS, Kamis, 9 April 2009 05:15 WIB
Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menemukan 100 meter kubik balok kayu pembalakan liar yang tersebar di aliran dan bantaran Sungai Way Pintau di kawasan hutan lindung Register 22B. Walhi mendesak Kepolisian Daerah Lampung agar mengusut kegiatan pembalakan liar dan menangkap pelaku.
”Selain merusak lingkungan, tindakan tersebut sudah menyebabkan berkurangnya debit air sungai yang selama ini dimanfaatkan warga sekitar,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Lampung Hendrawan, Rabu (8/4).
Hendrawan mengatakan, dari hasil investigasi Walhi Lampung pada 2-6 April 2009 di Register 22B, yang termasuk wilayah hutan lindung Lampung Barat, diketahui balok-balok tersebut merupakan hasil pengolahan dari gelondongan kayu jenis meranti dan krueng yang tergolong kayu langka.
”Berdasarkan penelusuran di aliran dan bantaran Sungai Way Pintau, kami menemukan balok-balok kayu jenis meranti dan krueng yang posisinya tersebar dan tidak beraturan,” ujar Hendrawan.
Tim investigasi Walhi menelusuri sungai sejauh 3,5 kilometer. Tim menghitung di aliran dan bantaran sungai tersebut terdapat 697 batang balok kayu.
Balok-balok tersebut berukuran 20 cm x 30 cm, 15 cm x 30 cm, 10 cm x 30 cm, 12 cm x 15 cm, 10 cm x 40 cm, 15 cm x 40 cm, 10 cm x 25 cm, dan 15 cm x 25 cm, sementara panjang rata-rata balok kayu tersebut 2,5 meter.
Menurut Hendrawan, selain ratusan balok kayu, tim investigasi juga menemukan dua gelondong kayu, yakni satu jenis kayu minyak berdiameter 4 meter dan panjang 30 meter serta satu gelondong jenis kayu meranti dengan diameter 2 meter dan panjang 12 meter. ”Kayu gelondongan tersebut kami pastikan sebagai sisa gergajian,” ujar Hendrawan.
Selain itu, tim juga menemukan delapan tunggul kayu dan beberapa balok kayu yang warnanya telah menyerupai tanah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembalakan liar di wilayah itu telah berlangsung lama.
Hendrawan mengatakan, berdasarkan penelusuran dan informasi dari masyarakat di sekitar Register 22B diketahui bahwa kegiatan tersebut telah berlangsung lebih dari dua tahun. Kegiatan tersebut ditengarai dilakukan seorang pemilik penggergajian kayu berinisial Nng. Hanya saja, sampai sekarang belum ada tindakan tegas dari aparat.
Terkait temuan balok-balok kayu hasil pembalakan liar tersebut, Walhi Lampung mendesak Dinas Kehutanan Lampung, Dinas Kehutanan Lampung Barat, dan Polda Lampung untuk mengusut tuntas kasus itu, membongkar jaringan distribusi kayu-kayu hasil pembalakan liar, dan menindak tegas pelaku pembalakan liar di Register 22B.
Hal itu perlu dilakukan sebab kawasan tersebut merupakan kawasan sumber air bagi daerah Lampung.
Selain itu, Walhi Lampung juga menyerukan kepada Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) untuk aktif melakukan kontrol dan menindak. Hal tersebut akan menyelamatkan kawasan TNBBS.
Secara terpisah, Kepala Satuan Reskrim Kepolisian Resor Lampung Barat Ajun Komisaris Bunyamin mengatakan, temuan Walhi Lampung tersebut melengkapi informasi yang selama ini diterima Polres Lampung Barat.
Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menemukan 100 meter kubik balok kayu pembalakan liar yang tersebar di aliran dan bantaran Sungai Way Pintau di kawasan hutan lindung Register 22B. Walhi mendesak Kepolisian Daerah Lampung agar mengusut kegiatan pembalakan liar dan menangkap pelaku.
”Selain merusak lingkungan, tindakan tersebut sudah menyebabkan berkurangnya debit air sungai yang selama ini dimanfaatkan warga sekitar,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Lampung Hendrawan, Rabu (8/4).
Hendrawan mengatakan, dari hasil investigasi Walhi Lampung pada 2-6 April 2009 di Register 22B, yang termasuk wilayah hutan lindung Lampung Barat, diketahui balok-balok tersebut merupakan hasil pengolahan dari gelondongan kayu jenis meranti dan krueng yang tergolong kayu langka.
”Berdasarkan penelusuran di aliran dan bantaran Sungai Way Pintau, kami menemukan balok-balok kayu jenis meranti dan krueng yang posisinya tersebar dan tidak beraturan,” ujar Hendrawan.
Tim investigasi Walhi menelusuri sungai sejauh 3,5 kilometer. Tim menghitung di aliran dan bantaran sungai tersebut terdapat 697 batang balok kayu.
Balok-balok tersebut berukuran 20 cm x 30 cm, 15 cm x 30 cm, 10 cm x 30 cm, 12 cm x 15 cm, 10 cm x 40 cm, 15 cm x 40 cm, 10 cm x 25 cm, dan 15 cm x 25 cm, sementara panjang rata-rata balok kayu tersebut 2,5 meter.
Menurut Hendrawan, selain ratusan balok kayu, tim investigasi juga menemukan dua gelondong kayu, yakni satu jenis kayu minyak berdiameter 4 meter dan panjang 30 meter serta satu gelondong jenis kayu meranti dengan diameter 2 meter dan panjang 12 meter. ”Kayu gelondongan tersebut kami pastikan sebagai sisa gergajian,” ujar Hendrawan.
Selain itu, tim juga menemukan delapan tunggul kayu dan beberapa balok kayu yang warnanya telah menyerupai tanah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembalakan liar di wilayah itu telah berlangsung lama.
Hendrawan mengatakan, berdasarkan penelusuran dan informasi dari masyarakat di sekitar Register 22B diketahui bahwa kegiatan tersebut telah berlangsung lebih dari dua tahun. Kegiatan tersebut ditengarai dilakukan seorang pemilik penggergajian kayu berinisial Nng. Hanya saja, sampai sekarang belum ada tindakan tegas dari aparat.
Terkait temuan balok-balok kayu hasil pembalakan liar tersebut, Walhi Lampung mendesak Dinas Kehutanan Lampung, Dinas Kehutanan Lampung Barat, dan Polda Lampung untuk mengusut tuntas kasus itu, membongkar jaringan distribusi kayu-kayu hasil pembalakan liar, dan menindak tegas pelaku pembalakan liar di Register 22B.
Hal itu perlu dilakukan sebab kawasan tersebut merupakan kawasan sumber air bagi daerah Lampung.
Selain itu, Walhi Lampung juga menyerukan kepada Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) untuk aktif melakukan kontrol dan menindak. Hal tersebut akan menyelamatkan kawasan TNBBS.
Secara terpisah, Kepala Satuan Reskrim Kepolisian Resor Lampung Barat Ajun Komisaris Bunyamin mengatakan, temuan Walhi Lampung tersebut melengkapi informasi yang selama ini diterima Polres Lampung Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar