Rabu, 29 April 2009

Pencurian - Flora dan Fauna TNMB Terancam

KOMPAS, Rabu, 29 April 2009 15:10 WIB
JEMBER - Taman Nasional Meru Betiri telah didukung dengan larangan tegas mengambil apalagi menjarah dan merusak flora dan fauna dalam kawasan itu. Namun, larangan tersebut tetap saja dilanggar.

Salah satu contohnya, polisi hutan TNMB, Minggu (26/4), menangkap Sadikan alias P Ivan. Warga Kebun Pantai Bandealit, Desa Andongrejo, Kecamatan Tempurejo, Jember, itu ditangkap saat ia keluar dari kawasan TNMB dengan bawaan berupa getah pohon bendo (Artocarpus elasticus).
Kepala Tata Usaha TNMB Sumarsono di Jember, Senin (27/4), mengakui, getah pohon bendo yang dicuri tersangka sekitar 10 kilogram. Barang curian itu dimasukkan ke dalam karung dan kemudian diangkut dengan truk ke luar kawasan. Penangkapan tersangka merupakan hasil operasi gabungan tim TNMB bersama aparat terkait pada Minggu pagi. "Kepada petugas, tersangka mengakui barang bukti berupa getah itu miliknya," kata Sumarsono.
Kerugian negara akibat pencurian getah pohon bendo itu hanya sekitar Rp 300.000. Namun, dari sisi konservasi bisa merusak ekosistem hutan. Akibat lainnya, daerah resapan air berkurang, terjadi perubahan iklim mikro, menimbulkan kelangkaan jenis pohon, serta berakibat banjir. Pohon bendo itu, kata Sumarsono, jika sudah diambil getahnya akan mati.
Getah sekitar 10 kg itu merupakan hasil menyadap lebih dari satu pohon bendo. Petugas telah mengamankan pelaku beserta barang bukti 10 kg getah pohon bendo dan truk pengangkutnya.

Readmore »»

Semarang Fun Bike 2009

KOMPAS, Rabu, 29 April 2009 11:41 WIB
Playon Kreadtiv, HMJ Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang, dan HMJ DKV Universitas Katolik Soegijapranata Semarang akan mengadakan Semarang Fun Bike 2009, Recycle for Circle pada Minggu (3/5) mulai pukul 06.00 dengan start dan finis di gerbang Undip Pleburan. Acara yang juga sebagai soft launching acara Caraka Festival Kreatif tersebut akan dibuka Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip dan diikuti sekitar 500 orang dari komunitas sepeda di Semarang, serta masyarakat umum yang peduli kesehatan dan pelestarian lingkungan hidup melalui bersepeda. Acara ini antara lain bertujuan mengajak masyarakat kembali menggunakan sepeda sebagai alat transportasi yang ramah lingkungan.

Readmore »»

Kerusakan Lingkungan - Hutan Bakau Tersisa 30 Persen

KOMPAS, Rabu, 29 April 2009 13:21 WIB
Cirebon - Hanya 4,5 kilometer atau 30 persen dari 54 kilometer garis panjang pantai di Kabupaten Cirebon yang kini memiliki hutan bakau. Padahal, sekitar 20 tahun lalu semua pesisir pantai di wilayah itu ditumbuhi bakau.


Hal itu terungkap dalam Pelatihan Kader Lingkungan Pesisir Utara yang diselenggarakan Forum Masyarakat Cinta Sungai dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup di Kantor Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, Selasa (28/4).

Iskukuh, Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon, mengatakan, upaya penanaman bakau sudah dimulai lebih dari tiga tahun lalu, tetapi tidak semua bibit bakau bisa hidup. "Salah satu sebabnya adalah terinjak-injak karena posisi bakau ada di sekitar tambak yang kadang menjadi tempat lalu lalang manusia," katanya.

Persoalan lain adalah adanya sampah yang menggunung di tepi pantai sehingga menghambat pertumbuhan bakau. Bahkan, beberapa daerah pantai juga mengalami sedimentasi.

Sedimentasi, menurut Iskukuh, bisa merugikan, tetapi juga menguntungkan. Kerugiannya adalah mengurangi jumlah daya tampung air di sungai. Keuntungannya adalah bisa memunculkan tanah timbul di pesisir pantai. Tanah timbul itu nantinya digunakan sebagai lahan bakau yang berdampingan dengan tambak warga.

Ture Warsono, Kepala Bidang Pembangunan Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah III, menyepakati bahwa perbaikan lingkungan, termasuk hilir, tidak bisa dilakukan oleh satu daerah saja, tetapi melibatkan berbagai daerah dari hulu hingga hilir. Pertemuan antardaerah untuk membahas persoalan itu sudah lakukan, tidak hanya daerah di wilayah Cirebon, tetapi juga di daerah hulu lain seperti Garut.

"Ada kesepakatan bahwa daerah hulu harus menjaga hutan dan mata air, dan hilir pun harus berkontribusi terhadap kondisi hulu," ujar Ture.

Kontribusi yang dilakukan daerah hilir, kata Ture, di antaranya adalah menyumbang bibit pohon agar ditanam di sepanjang daerah aliran sungai atau di daerah hulu. Sebagai awal gerakan penghijauan, pegawai negeri sipil pun diharapkan turut menanam 5-10 pohon.

Readmore »»

Lingkungan - Partisipasi Masyarakat Terabaikan

KOMPAS, Rabu, 29 April 2009 13:25 WIB
BANDUNG - Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan pencemaran di Sungai Citarum telah dilakukan melalui pengolahan limbah kotoran sapi menjadi kompos dan biogas. Namun, upaya itu belum mendapatkan dukungan nyata dari pemerintah setempat.


"Sekitar 30.000 hektar lahan kritis di Kabupaten Bandung membutuhkan penyuburan kembali dengan kompos. Namun, pemerintah malah enggan memanfaatkan kompos buatan masyarakat," kata Koordinator Forum Komunikasi Penggiat Lingkungan (FKPL) Soenardhi Yogantara dalam Sarasehan Komunitas Masyarakat Peduli Citarum di Desa Sindangsari, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung, Selasa (28/4).

Dede Jauhari dari Masyarakat Peduli Sumber Air menegaskan, banyak program pemerintah yang bertujuan awal mengurangi pencemaran di daerah hulu gagal total akibat kurangnya pendampingan serta tidak pernah ada sosialisasi program itu kepada masyarakat. Salah satu contoh yang diajukan adalah program pembuatan biogas di wilayah Kertasari untuk menekan limbah kotoran sapi yang dibuang ke Sungai Citarum.

Ketua Promotor Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani Saeful Bahri menjelaskan, peran kelompok masyarakat dalam konservasi lingkungan tetap penting meski dampaknya masih terbilang kecil. Yang paling utama adalah membuat jejaring antarkelompok sehingga gerakan konservasi bisa dilakukan secara komprehensif dan tidak tumpang tindih.

"Salah satu upaya yang bisa dirintis adalah membuat daerah konservasi di setiap desa, berapa pun luasnya. Diharapkan masyarakat bisa memahami pentingnya daerah konservasi, seperti kualitas air baku dan udara yang segar," ujar Saeful.

Menurut data FKPL, Dinas Perumahan, Penataan Ruang, dan Kebersihan Kabupaten Bandung baru bisa menangani 22 persen sampah. Sisanya kemungkinan besar dibuang ke badan sungai atau dibakar begitu saja.

Readmore »»

Es Sebesar New York Lepas dari Beting

KOMPAS, Rabu, 29 April 2009 03:18 WIB
Tromsoe, Selasa - Es seluas hampir seukuran Kota New York lepas dari beting es Kutub Selatan menjadi gumpalan-gumpalan es mengapung (iceberg) bulan ini. Hal itu terjadi setelah runtuhnya sebuah jembatan es yang diperkirakan karena pemanasan global, menurut seorang ilmuwan hari Selasa (28/4).


”Bidang es utara dari Beting Es Wilkins menjadi tidak stabil dan gumpalan es mengapung pertama telah terlepas,” kata Angelika Humbert, ahli gletser pada Universitas Muenster di Jerman, menuturkan soal gambar-gambar beting itu dari satelit Badan Ruang Angkasa Eropa.

Humbert mengatakan kepada Reuters mengenai es seluas sekitar 700 kilometer persegi—lebih besar daripada Singapura atau Bahrain dan hampir seukuran Kota New York—telah lepas dari Wilkins bulan ini dan pecah menjadi gumpalan-gumpalan es.

Dia mengatakan, es seluas 370 km persegi itu pecah dalam hari-hari terakhir dari Beting Es Wilkins, yang terakhir dari sekitar 10 beting di Semenanjung Antartika yang menyurut dalam sebuah tren yang dihubungkan oleh Panel Iklim PBB pada pemanasan global.

Gumpalan-gumpalan es yang baru itu menambah 330 km persegi es yang lepas bulan ini dengan runtuhnya sebuah jembatan es yang menahan Beting Wilkins antara Pulau Charcot dan Semenanjung Antartika.

Sembilan beting lainnya—es yang mengapung di laut dan berhubungan dengan pantai—di sekitar Semenanjung Antartika telah menyusut atau runtuh dalam 50 tahun terakhir, seperti Beting Larsen A tahun 1995 atau Larsen B tahun 2002.

Tren ini dianggap disebabkan oleh perubahan iklim karena gas bahan bakar fosil yang memerangkap panas, kata David Vaughan, ilmuwan Survei Antartika Inggris.

Readmore »»

Perbaikan Busway Tidak Memerhatikan Lingkungan

KOMPAS, Rabu, 29 April 2009 04:46 WIB
Transjakarta merupakan alat transportasi yang menjadi program pemerintah di Jakarta. Sayangnya, melihat kenyataan di lapangan, perbaikan jalur bus transjakarta (busway) yang dilakukan di daerah Jakarta Barat tidak memerhatikan dampak lingkungan.


Para pekerja yang dibawahi oleh kontraktor yang memperbaiki busway membuang puing ke Kali Ciliwung yang ada di sampingnya dan ini menyebabkan Kali Ciliwung di kawasan Jalan Gajah Mada, Jakarta, menjadi semakin dangkal. Masalah ini kalau tidak segera ditindaklanjuti, apalagi pada musim hujan, akan membuat air hujan meluap karena dangkalnya kali ditambah dengan sampah yang sebelumnya sudah banyak di kali tersebut.

Kedangkalan kali terlihat apabila sedang panas terik, air yang ada di kali di sekitar kawasan itu menjadi kering dan puing-puing yang sudah mengeras serta menyatu dengan dasar kali terlihat dengan jelas. Sebagai warga di kawasan Jalan Gajah Mada dan pengguna jasa transjakarta yang setiap hari memerhatikan proses perbaikan busway saya melihat perubahan yang cukup signifikan pada kedalaman kali sebelum ada perbaikan busway sampai dengan selesainya proses perbaikan tersebut.

Sangat disayangkan pemerintah tidak memerhatikan dampak lingkungan yang disebabkan oleh program perbaikan busway yang rusak. Pihak pengelola transjakarta dan pemerintah harus bertanggung jawab untuk masalah ini karena bisa berdampak bagi masyarakat banyak yang tinggal di sekitar, terutama pada musim hujan. Semoga masalah ini ditindaklanjuti oleh yang berwenang.
JOHANNA Jalan Alfu Buntu Nomor 57, Maphar, Taman Sari, Jakarta

Readmore »»

PERUBAHAN IKLIM - Indonesiaz Emiter CO Terbesar dari Aspek Konversi Hutan

KOMPAS, Rabu, 29 April 2009 03:32 WIB
Jakarta - Tinjauan Bank Pembangunan Asia terhadap dampak ekonomi akibat perubahan iklim di kawasan Asia Tenggara menunjukkan Indonesia tergolong terbesar mengemisikan gas-gas rumah kaca di tingkat dunia dari sektor kehutanan dan perkebunan. Negeri ini sekaligus paling rentan terkena dampak dari akumulasi gas rumah kaca itu.


David S Mc Cauley dari Bank Pembangunan Asia (ADB) mengemukakan hal itu dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (28/4). Dari hasil analisis ADB berjudul ”The Economics of Climate Change in Southeast Asia: A Regional Review” disebutkan bahwa 59 persen emisi gas rumah kaca (GRK) di kawasan Asia Tenggara tahun 2000 berasal dari Indonesia, terutama diakibatkan meluasnya kerusakan hutan.

Menurut basis data Climate Analysis Indicators Tool (CAIT) World Resources Institute dari Washington, Amerika Serikat, yang dikeluarkan tahun 2008, Asia Tenggara menyumbang emisi GRK dunia 5.187 juta ton. Dari jumlah itu, Indonesia menyumbang 3.060 juta ton (59 persen). Jumlah itu meliputi 7 persen emisi tingkat dunia.

Tata guna lahan

Di Asia Tenggara emisi terbesar bersumber dari perubahan tata guna lahan dan hutan 3.861 juta ton. Sektor ini menyumbang 50 persen emisi global.

Indonesia—dengan 5 persen kawasan tutupan hutan di dunia—berpotensi mengurangi emisi karbon jika praktik pengelolaan hutan dan lahan diperbaiki, yaitu dengan mengurangi kerusakan hutan, reboisasi, dan memperbaiki pengelolaan hutan.

Di negara maju, sektor energi adalah sumber emisi GRK terbesar, 14.728 juta ton, di Asia Tenggara 791 juta ton, dan negara berkembang 9.503 juta ton.

Pakar ekonomi dan lingkungan Emil Salim mengatakan, masyarakat pesisir di Asia Tenggara, 80 persen dari total 563 juta penduduk, akan terkena dampak berupa kenaikan permukaan laut. Dampak lain adalah turunnya curah hujan.

Rizaldi Boer, pakar iklim dari Institut Pertanian Bogor, menambahkan, ”Menghadapi kenaikan muka laut, lebih dari 20 pulau terluar di Indonesia merupakan kawasan yang terkena dampak terbesar,” ujarnya.

Studi ADB menemukan, bila melakukan langkah dini, Indonesia bisa mendapat manfaat lebih besar lewat skema pendanaan dari lembaga dunia. Bila dunia tak melakukan upaya apa pun, negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Filipina, Thailand, dan Filipina, akhir abad ini akan rugi per tahun setara 6 persen PDB masing-masing.

Untuk itu, negara di Asia Tenggara diharapkan menerapkan program Stimulus Hijau untuk memperkuat ekonomi, menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, melindungi masyarakat rentan terhadap perubahan iklim, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Juga bisa dilakukan upaya fisik, di antaranya memperbaiki sistem pengelolaan air dan irigasi, menggunakan varietas tanaman tahan kering, melindungi kawasan hutan dari perubahan fungsi, dan membangun tembok perlindungan laut, urai Emil.

Tahun 2008, ADB menyetujui pinjaman 10,5 miliar dollar AS untuk negara di Asia, mendanai proyek hibah 811,4 juta dollar AS, dan bantuan teknis 274,5 juta dollar AS. Menurut Dubes Inggris untuk Indonesia Martin Hatfull, Indonesia hendaknya dapat memanfaatkan dana 400 juta dollar AS untuk perubahan iklim.

Readmore »»

Selasa, 28 April 2009

Mebel Ramah Lingkungan Bisa Tingkatkan Pendapatan

KOMPAS, Selasa, 28 April 2009 14:57 WIB
Yogyakarta - Bisnis mebel yang dibuat dengan konsep ramah lingkungan bisa meningkatkan pendapatan pelaku usaha.
Untuk memperluas industri mebel ramah lingkungan itu, USAid meluncurkan modul yang bisa menjadi panduan bagi pelaku usaha.
"Dengan modul ini, kami berusaha membantu para pelaku usaha agar bisa menghasilkan produk yang berkelanjutan dan juga ramah lingkungan," ujar Steve Smith, Direktur Proyek Senada, Senin (27/4). Senada adalah nama proyek USAid yang mengurusi masalah bisnis mebel ramah lingkungan di Indonesia.
Sejumlah kriteria produk ramah lingkungan adalah produk yang tidak menggunakan bahan beracun, produk dibuat dari bahan baku yang terbaharui, dan produksi yang berkelanjutan. Nilai tambah produk ramah lingkungan berkisar 10-12 persen dibandingkan dengan produk biasa. Nilai Plus
Modul yang diluncurkan USAid ini merangkum dua hal, antara lain serba-serbi produksi berkelanjutan dan sertifikasi kayu legal.
Konsultan Senada, Ted Barber, mengatakan, produk-produk yang dihasilkan dengan memerhatikan kelestarian lingkungan mempunyai nilai plus di mata konsumen internasional. Apalagi, kesadaran atas kelestarian lingkungan semakin meningkat akhir-akhir ini.
Produk yang dibuat dengan memerhatikan kelestarian lingkungan akan mendapatkan sertifikat dari sejumlah badan sertifikasi produk. Konsumen yang mempunyai kesadaran lingkungan bersedia membeli produk ramah lingkungan dengan harga yang sedikit lebih mahal daripada produk biasa.
Jajak Suryo Putro, pimpinan perusahaan mebel Djawa, mengakui, prospek industri ramah lingkungan masih terbuka lebar. "Dulu, peminat industri ramah lingkungan hanya berasal dari luar
Indonesia. Sejak dua tahun terakhir, pasar domestik mulai terbuka walaupun belum besar. Ini merupakan prospek yang bisa digarap oleh perajin mebel," katanya.

Readmore »»

Canberra

KOMPAS, Selasa, 28 April 2009 03:15 WIB
Aksi protes yang ini memang kelewatan. Seekor ikan hiu masih hidup digeletakkan begitu saja di ambang pintu kantor sebuah surat kabar. Demikian menurut seorang polisi di Canberra, Jumat pekan lalu. Mungkin maksudnya mau memprotes surat kabar tersebut, tetapi ikan yang tak berdosa malah menjadi korban. Hiu muda dari Port Jackson dengan panjang sekitar 70 sentimeter itu digeletakkan di kegelapan pagi di luar kantor surat kabar tersebut di Warrnambool, pesisir tenggara Negara Bagian Victoria, Australia. Masih untung, kata polisi bernama Jarrod Dwyer, ikan itu tampak menggeliat-geliat saat disiram air. Ikan malang itu masih bernapas. Apa pun alasan protesnya, yang pasti polisi berjanji akan mencari si pelaku yang melakukan kekejaman terhadap binatang dan memperkarakannya.

Readmore »»

Pangeran Charles Kunjungi Italia

KOMPAS, Selasa, 28 April 2009 | 03:17 WIB
Putra Mahkota Inggris Pangeran Charles menyerukan ”kepemimpinan yang memberi inspirasi” untuk mengatasi pemanasan global dalam rangka menyelamatkan lingkungan bagi generasi mendatang. Charles mengatakan hal ini dalam pidato saat memulai kunjungannya ke Roma, Italia, Senin (27/4). Hari pertama kunjungannya termasuk pembicaraan pribadi dengan Paus Benediktus XVI. Charles dan istrinya, Camilla, tiba di Italia hari Minggu. Putra Mahkota Inggris itu akan mengampanyekan upaya memerangi pemanasan global. ”Kepemimpinan yang memberi inspirasi” yang dimaksudkan Charles adalah kepemimpinan yang dapat membantu mengurangi efek rumah kaca dan di sisi lain tetap menciptakan lapangan pekerjaan, tetap kompetitif secara ekonomis, dan memenuhi ketahanan energi.

Readmore »»

Alex Noerdin - Peduli Lingkungan

Selasa, 28 April 2009 | 04:41 WIB
Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin (58) punya kepedulian terhadap lingkungan dan persoalan yang melingkupinya. Itulah yang menjadi salah satu alasan ia merelakan hari libur untuk menerima sekitar 50 aktivis sepeda dari komunitas Bike To Work di Griya Agung, Kota Palembang, Minggu (26/4).



Di hadapan para pekerja bersepeda ini, Alex menyatakan dukungan dan apresiasinya terhadap eksistensi komunitas sepeda di Palembang itu. Alasannya, para aktivis sepeda membawa serta kepedulian terhadap lingkungan.

Kepedulian itu juga tecermin dari antusiasme Alex terhadap komunitas B2W tersebut. Dia mengutarakan niatnya memesan kaus dan sepeda agar bisa menjadi anggota komunitas tersebut.

Alex yang didaulat menjadi pelindung komunitas B2W Palembang bahkan memastikan dirinya tidak akan sekadar bersepeda sesekali dengan komunitas pekerja bersepeda. Keterlibatannya bukan hanya simbolis, tetapi dia akan ikut mendukung kegiatan yang dilakukan komunitas tersebut. Ini demi kepedulian terhadap lingkungan.

Oleh karena itu, sebelum berpisah dengan Ketua B2W Palembang, Solichin, Alex mengajak mereka membuat acara ” besar” untuk memperingati hari lingkungan hidup pada Juni mendatang.

Readmore »»

Jumat, 24 April 2009

Peduli Lingkungan ala Honda

KOMPAS, Jumat, 24 April 2009 04:17 WIB
Untuk keempat kalinya PT Honda Prospect Motor (HPM) melaksanakan kegiatan penghijauan dengan menanam 1.731 pohon di sepanjang sisi kanan dan kiri rel kereta api, mulai dari Pejompongan hingga Permata Hijau sepanjang 2.608,5 meter.

Jumlah pohon yang ditanam tersebut merupakan jumlah penjualan mobil Honda dalam acara 16th Indonesia International Motor Show (IIMS), Juli 2008.
Sekadar informasi, program Hijau Jakartaku I tahun 2005 menanam 1.168 pohon di bantaran Kali Banglio, Cilincing, Jakarta Utara; membangun taman kota dengan menanam 1.728 pohon di Jalan Galunggung tahun 2006 pada program Hijau Jakartaku II; penanaman 1.000 pohon di kawasan Senayan dalam Aksi Hijau Senayan; serta Hijau Jakartaku III tahun 2007 di bantaran Kali Banjir Kanal Barat dengan menanam 1.007 pohon. Total pohon yang telah ditanam selama program ini adalah 6.634 pohon.
Dalam kata sambutannya di Stasiun Jakarta Kota, Rabu (15/4), Presiden Direktur PT HPM Yukihiro Aoshima mengatakan bahwa program ini merupakan konsistensi dan kepedulian Honda akan penghijauan perkotaan yang diharapkan menjadi inspirasi bagi setiap orang untuk melestarikan lingkungannya. Pemilihan lokasi di jalur kereta api karena jalur hijau di sepanjang rel selain berfungsi sebagai paru-paru kota, juga menjadi peredam suara kereta api serta menambah keteduhan kota.
Jenis pohon yang ditanam adalah syzigium oleina (pohon pucuk merah), jatropa integerrima (pohon jarak), dan arachis pintoi. Pohon-pohon ini tumbuhnya meninggi dan batangnya tidak melebar sehingga tidak mengganggu jalur kereta api sekaligus menggantikan pohon-pohon tua yang rawan roboh.
Peninjauan lokasi penanaman dilakukan dengan menggunakan KRL Ciliwung Line yang berangkat dari Stasiun Jakarta Kota menuju Stasiun Palmerah. Setibanya di Stasiun Palmerah, dilakukan penanaman pohon pucuk merah secara simbolis oleh Presdir PT HPM Yukihiro Aoshima, Direktur Pemasaran dan Layanan Purna Jual PT HPM Jonfis Fandy, Dirjen Perkeretaapian Tunjung Inderawan, Wakil Direktur PT Kereta Api Sudarmo Ramadhan, dan Nandar Sunandar dari Dinas Pertamanan DKI Jakarta.

Readmore »»

HBKB Sudirman-Thamrin, Minggu 26 Apri

KOMPAS, Jumat, 24 April 2009 03:56 WIB
Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) kembali dilaksanakan, Minggu (26/4). HBKB rutin ini mengambil tempat di Jalan Sudirman-MH Thamrin pukul 06.00-12.00. ”Sesuai Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Pemprov DKI menyelenggarakan HBKB dua kali dalam satu bulan, yaitu satu kali di Jalan Sudirman-Thamrin dan satu kali lagi dilakukan bergilir di lima wilayah kota,” kata Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Peni Susanti, Kamis. Saat pelaksanaan HBKB, semua jenis kendaraan pribadi dilarang melewati Jalan Sudirman-Thamrin. Warga tetap bisa melalui jalan tersebut dengan menggunakan angkutan umum.

Readmore »»

Kamis, 23 April 2009

Menteri Kehutanan Dilaporkan ke Polisi

KOMPAS, Jumat, 24 April 2009 03:52 WIB
Jakarta - Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban dilaporkan ke Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kamis (23/4), oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh. Menteri Kehutanan dituding telah melanggar perundangan tata ruang nasional dengan memberikan izin pembangunan jalan di dalam kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Aceh. Kawasan tersebut bagian dari kawasan ekosistem Leuser yang berstatus sebagai kawasan strategis nasional.


Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Bambang Antariksa mengatakan bahwa laporan dugaan pidana tersebut diterima oleh kepolisian dan akan dipelajari dahulu sebelum polisi menyelidiki lebih lanjut kasus tersebut.

”Setelah melaporkan menteri kehutanan, kami selanjutnya akan melaporkan Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sebab, proyek pembangunan jalan itu akan dilaksanakan melalui dinas tersebut yang sekarang masih dalam proses tender,” kata Bambang.

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Lingkungan) Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Salamuddin mengatakan, polisi tentu akan mempelajari laporan tersebut sebelum menyelidiki lebih lanjut.

”Apalagi jika menyangkut kepentingan rakyat luas. Kepolisian tetap berkomitmen menangani perkara lingkungan. Pejabat atau siapa pun yang diduga terlibat tentu harus bertanggung jawab,” kata Boy.

Laporan Walhi berawal dari surat MS Kaban sebagai Menteri Kehutanan kepada Bupati Aceh Selatan hal rencana peningkatan Jalan Keude Trumon-Buloh Seuma di kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Aceh Selatan.

Surat Menhut tersebut bernomor S.96/Menhut-IV/2009 tertanggal 16 Februari 2009 yang merespons surat Bupati Aceh Selatan bernomor 620/844/2008 tanggal 5 November 2008.

Isi surat Menhut tersebut pada poin pertama menyebutkan bahwa pihak Menhut menyetujui peningkatan kualitas Jalan Keude Trumon-Buloh Seuma.

Menhut juga menyebutkan bahwa dalam proses persiapan dan pelaksanaan peningkatan kualitas jalan tersebut hendaknya melibatkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) NAD dalam rangka pengamanan, perlindungan, dan pencegahan dampak negatif pembangunan jalan tersebut.

Bambang mengatakan, pembangunan jalan di dalam kawasan suaka margasatwa tersebut diperkirakan 30 kilometer. Proyek tersebut dikhawatirkan akan merusak keanekaragaman hayati, populasi pohon, dan perambahan hutan. Alasan dari pembangunan jalan tersebut adalah untuk membuka akses transportasi bagi masyarakat yang selama ini terisolasi.

”Saat ini di Singkil dan sekitarnya nyaris tiap tahun banjir. Kalau kawasan tersebut dibuka, dampak lingkungan bisa semakin parah,” kata Bambang.

Readmore »»

Keberadaan RTH di Perkotaan Terancam

KOMPAS, Kamis, 23 April 2009 16:26 WIB
Sedikit demi sedikit luasan ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan semakin berkurang. Menyusutnya luasan areal RTH diakibatkan peningkatan luasan kawasan terbangun yang digunakan sebagai bangunan untuk fasilitas perdagangan, perumahan, ataupun SPBU. Peningkatan luas areal terbangun tidak bisa dihindari sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan aktivitas perkotaan.


Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 menyebutkan, proporsi ruang terbuka hijau publik pada kawasan perkotaan adalah 20 persen dari luas wilayah kota. Namun, belum semua kawasan perkotaan di Jatim bisa mewujudkan hal tersebut. Seperti Kota Surabaya yang hanya mempunyai luasan hutan kota sekitar 1 persen dari luas wilayahnya. Bagaimanapun keberadaan RTH di perkotaan tetap diperlukan meski belum sesuai dengan luasan ideal yang ditetapkan. RTH bisa berfungsi sebagai paru-paru kota, daerah resapan air, serta ruang publik perkotaan untuk bersosialisasi masyarakat dan berwisata.

Readmore »»

Hari Bumi - Mahasiswa Menolak Tambang Mangan

KOMPAS, Kamis, 23 April 2009 16:18 WIB
JEMBER - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia Jember memanfaatkan momentum Hari Bumi, Rabu (22/4), untuk menyatakan penolakan terhadap penambangan mangan di Kabupaten Jember.
Dalam aksinya mereka mendatangi gedung DPRD Jember dan kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember.
"Masih segar dalam ingatan kita bencana alam berupa banjir dan tanah longsor telah menimpa masyarakat di Kecamatan Silo (tempat penambangan mangan)," kata koordinator unjuk rasa, Zaenal Mutaqin.
Menurut pengunjuk rasa, eksplorasi dan eksploitasi mangan tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten Jember. RTRW untuk kawasan timur yang meliputi Kecamatan Arjasa, Kalisat, Mayang, dan Silo diprioritaskan untuk sektor pendidikan, perumahan, perkebunan, dan pertanian, bukan kawasan eksplorasi dan eksploitasi tambang.
"Topografi daerah tidak memungkinkan untuk kegiatan penambangan di Jember, terutama daerah sekitar hutan yang difungsikan sebagai resapan air," kata Ketua Pengurus Cabang PMII Jember Abdurrahman.
Sementara itu, di Kabupaten Gresik, 200 siswa dan tim School Climate Change SMA Negeri 1 Wringinanom, memperingati Hari Bumi dengan menggelar bakti lingkungan di bantaran Kali Tengah. Mereka menanam 400 pohon produktif, seperti nangka, sukun, mangga, juwet, jambu, sawo, di samping mengamati tingkat pencemaran dan kerusakan sungai serta perubahan fungsi bantaran.
Dengan kegiatan itu, diharapkan bantaran Kali Tengah secara perlahan dapat pulih sebagai kawasan hijau terbuka yang bermanfaat sebagai penyelamat bumi dari ancaman pemanasan global dan menjaga habitat bagi keanekaragaman hayati.
Penghijauan itu juga dinilai dapat memberikan hasil positif bagi warga bantaran sehingga ikut memelihara pohon-pohon yang ditanam. "Kami berharap dengan kegiatan ini bisa menggugah kesadaran pemerintah untuk lebih berperan dalam melakukan pengawasan dan pemeliharaan bantaran kali yang terabaikan," kata Koordinator School Climate Change SMAN 1 Wringinanom, Mega Chrisna

Readmore »»

Peringati Hari Bumi

KOMPAS, Kamis, 23 April 2009 15:35 WIB
Anak-anak Lintang Menoreh Republik Anak Kenalan akan memperingati Hari Bumi dengan menggelar aksi operasi sampah, seruan anak untuk penyelamatan bumi, serta menikmati hasil bumi di Sekolah Dasar Kenalan, Jalan Jagalan-Suralaya KM 4 Wonolelo, Kenalan, Borobudur, Kabupaten Magelang, Kamis (23/4). Aksi yang dimulai pada pukul 09.00 hingga 12.00 tersebut bertema "Setia Memerdekakan Pertiwi". Presiden Republik Anak Kenalan Yudha mengatakan, Hari Bumi yang jatuh pada 22 April menjadi kesempatan baik dan tepat untuk menumbuhkan cinta dan hormat kepada bumi.

Readmore »»

Hari Bumi - Perkembangan Zaman Picu Polusi

KOMPAS, Kamis, 23 April 2009 16:15 WIB
Yogyakarya - Pemerintah harus segera menerapkan teknologi ramah lingkungan untuk mengantisipasi agar kerusakan bumi tidak semakin parah. Disadari bahwa perkembangan zaman telah memicu polusi besar-besaran yang berakibat pada pemanasan global.


Koordinator Sekretaris Bersama Perhimpunan Pecinta Alam (Sekber PPA) DI Yogyakarta Dhangka Putra mengatakan, salah satu upaya yang tepat untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan melalui penerapan teknologi ramah lingkungan.

"Kalau hanya membatasi mesin atau kendaraan saja bukan solusi tepat karena kebutuhan masyarakat terhadap peralatan tersebut masih besar," ujar Dhangka, di sela-sela aksi damai dalam rangka Hari Bumi di Taman Parkir Abu Bakar Ali, Rabu (22/4).

Siang itu, sedikitnya dua kelompok pemerhati lingkungan turun ke jalan untuk mengampanyekan pentingnya menjaga lingkungan. Aksi pertama dilakukan puluhan pemuda dari beberapa komponen pencinta alam yang tergabung Sekber PPA DIY. Aksi kedua dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kanopi.

Selain berorasi, Sekber PPA sempat memberikan surat kepada anggota DPRD DIY yang berisi enam tuntutan, antara lain hentikan penjualan sumber daya alam Indonesia, hentikan privatisasi hutan, bangun fasilitas publik untuk mendukung kebersihan lingkungan, dan bangun teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan.

Menurut Dhangka, perkotaan menjadi salah satu penyumbang kerusakan lingkungan. Selain jumlah kendaraan yang terus meningkat, keberadaan ruang hijau makin berkurang. Hal inilah yang menyebabkan temperatur udara menjadi kian panas. "Di Yogyakarta sendiri, kami kira saat ini lebih dari 32 derajat celsius," ujarnya.

Dalam aksi di bawah Videotron, LSM Kanopi mengingatkan warga Yogyakarta untuk bertindak dari yang paling kecil, yakni mengatur sampah dan limbah rumah tangga. Bagaimanapun juga sampah menjadi penyumbang kerusakan lingkungan dan bencana alam.

"Dengan perlakuan yang benar pada sampah, terutama yang tidak terurai, kerusakan lingkungan bisa diminimalkan," kata Heri Imam Santosa, koordinator aksi.

Readmore »»

ACCOR TANAM POHON PERINGATI HARI BUMI

KOMPAS, Kamis, 23 April 2009 11:33 WIB
Karyawan jaringan Hotel Accor di DI Yogyakarta, yakni Novotel, Ibis, dan The Phoenix Hotel Yogyakarta, memperingati Hari Bumi dengan menanam pohon, membersihkan sungai, dan mengadakan bakti sosial. Kegiatan ini dilaksanakan di sekitar Kali Code, Gondolayu Lor, Kota Yogyakarta. General Manager Hotel Ibis Malioboro Djulkarnain mengemukakan, semua manusia merupakan tamu yang datang ke bumi. Maka, sebagai tamu yang baik, manusia harus bisa menjaga bumi dan mencintai lingkungan. "Itu bisa dilakukan dengan banyak cara, misalnya dengan menanam pohon seperti sekarang," katanya, Rabu (22/4).

Readmore »»

Selamatkan Resapan Air

KOMPAS, Kamis, 23 April 2009 04:33 WIB
Palembang - Pemerintah daerah perlu memikirkan langkah untuk menyelamatkan lingkungan hidup di Sumatera Selatan agar terhindar dari bencana alam. Tindakan memanfaatkan lingkungan hidup untuk tujuan komersial tanpa kontrol harus segera dihentikan.


Demikian pesan yang disampaikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel dalam aksi Hari Bumi yang diperingati secara internasional setiap 22 April.

Walhi Sumsel melakukan aksi penanaman pohon di ruang terbuka hijau yang berada di simpang antara Jalan Rajawali dan Jalan Veteran, Palembang. Ruang terbuka hijau itu sekarang dimanfaatkan untuk lahan parkir mobil dan truk milik sebuah showroom.

Selain melakukan penanaman pohon, para peserta aksi juga memasang spanduk dan melakukan orasi.

Menurut Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat, Walhi Sumsel menyayangkan mengapa pemerintah daerah memberikan izin penggunaan ruang terbuka hijau untuk tujuan komersial. Padahal, ruang terbuka hijau berfungsi sebagai penyelamat lingkungan, yaitu sebagai kawasan penyerapan air.

Anwar Sadat mengatakan, Walhi Sumsel tidak semata-mata menyalahkan pihak swasta yang menggunakan kawasan terbuka hijau untuk tujuan komersial.

Menurut Anwar Sadat, di Palembang banyak ruang terbuka hijau yang dikomersialkan, seperti rawa-rawa untuk ruko atau pendirian bangunan di Kambang Iwak.

”Dengan sempitnya ruang terbuka hijau, berarti kondisi lingkungan hidup semakin parah,” kata Anwar Sadat.

Anwar Sadat mengungkapkan, Walhi Sumsel meminta ruang terbuka hijau dikembalikan kepada fungsinya.

”Kami tidak berspekulasi bahwa ada sesuatu di balik pemberian izin penggunaan ruang terbuka hijau untuk tujuan komersial. Yang penting ruang terbuka hijau dikembalikan,” kata Anwar Sadat.

Menanggapi aksi tersebut, Supervisor PT Maju Motor Febi mengatakan, tanah tersebut sudah menjadi milik PT Maju Motor dan ada sertifikatnya.

”Kalau tanah ini tidak ada sertifikatnya, kami tidak berani meletakkan kendaraan di sini. Mereka seharusnya melihat dulu status tanah ini,” kata Febi menjelaskan.

Dampak kerusakan

Berdasarkan data Walhi Nasional, pada 2008 telah terjadi 359 kali bencana alam yang terjadi di semua daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 39 bencana terjadi di Sumsel, yaitu banjir dan longsor.

Lokasi banjir dan longsor tersebar di Palembang, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Lahat, Prabumulih, dan Ogan Komering Ulu Timur.

Dampak dari bencana alam tersebut adalah 11.000 hektar sawah di Sumsel rusak dan terancam puso. Kerugian material diperkirakan mencapai Rp 22 miliar, belum termasuk kerugian seperti kerusakan rumah, tempat ibadah, dan sekolah.

Walhi Sumsel mencatat bahwa pemerintah daerah, termasuk DPRD, tidak segera melakukan revisi terhadap peraturan yang berorientasi pada persoalan lingkungan.

Menurut data Walhi Sumsel, pertambangan di Sumsel telah menghancurkan hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi seluar 2.648.457 hektar dari total hutan Sumsel seluas 3.777.457 hektar.

Khusus di Palembang, munculnya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa untuk Dijadikan Lahan Bisnis telah melegitimasi pemanfaatan rawa dan ruang terbuka hijau untuk lahan bisnis.

Namun, munculnya perizinan tersebut justru melahirkan persoalan baru dalam bidang lingkungan.

Bagikan sapu tangan

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Muhammadiyah Peduli Bumi melakukan aksi simpatik di Bundaran Air Mancur. Aksi tersebut diisi dengan pentas teatrikal dan pembagian sapu tangan kepada pengendara yang melewati Bundaran Air Mancur.

Pembagian sapu tangan itu bertujuan untuk mengajak masyarakat agar memakai sapu tangan atau kain lap sebagai pengganti kertas tisu.

Mahasiswa juga mengajak masyarakat untuk menyelamatkan bumi, mulai dari kegiatan sehari-hari, seperti mengisi botol air mineral bekas dengan air dari rumah jika bepergian. Selain itu, mengajak masyarakat untuk mengurangi pemakaian tas plastik dengan membawa tas dari rumah untuk berbelanja.

Masyarakat juga diimbau agar memperbanyak kegiatan penanaman pohon di lingkungan rumah untuk mengurangi dampak pemanasan global.

Readmore »»

Rabu, 22 April 2009

Jalur Hijau dan Tepi Kali Ditertibkan

KOMPAS, Rabu, 22 April 2009 04:03 WIB
Jakarta - Dinas Pertamanan DKI Jakarta optimistis upaya penambahan ruang terbuka hijau atau RTH dapat dilakukan selama 2009. Program penambahan luas RTH dijamin tidak terpengaruh oleh beberapa kebijakan Pemerintah Provinsi DKI, khususnya terkait rencana pengalihfungsian beberapa lokasi menjadi kawasan bisnis.


”Pemprov DKI, kami adalah bagian di dalamnya, memiliki alasan dan pertimbangan sebelum memutuskan suatu kebijakan. Namun, saya pastikan kebijakan pengalihfungsian lahan, seperti terjadi di Kemang, Jakarta Selatan, tidak memengaruhi program penambahan lahan RTH,” kata Kepala Dinas Pertamanan DKI Ery Basworo, Selasa (21/4).

Menurut Ery, sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2010, sudah ditentukan wilayah mana saja yang akan atau sudah dikembangkan menjadi perkantoran, bisnis, permukiman, RTH, dan fungsi lain.

Namun, optimisme Dinas Pertamanan DKI berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Peruntukan RTH di Jakarta dari tahun ke tahun makin menyusut.

Dalam Master Plan DKI Jakarta 1965-1985, RTH ditargetkan 27,6 persen dari total luas kawasan Ibu Kota yang mencapai 650 kilometer persegi. Master Plan DKI Jakarta 1985-2005 dipersempit menjadi 26,1 persen dan menjadi makin kecil di Master Plan 2000-2010 yang hanya mencanangkan RTH seluas 13,94 persen atau 9.544 hektar.

Kondisi di lapangan, RTH Jakarta hanya mencapai 9,6 persen dari total luas Jakarta atau sekitar 6.240 hektar. Jelas luas RTH ini jauh di bawah kondisi ideal yang diamanatkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 yang harus mencapai 30 persen atau 19.500 hektar.

Ery mengatakan, pencapaian target 30 persen RTH tidak mungkin direalisasikan di Jakarta karena sejak masa penjajahan Belanda silam, kawasan Batavia telanjur dibuka untuk permukiman, bisnis, dan pemerintahan. Untuk itu, target ideal RTH Jakarta sekarang adalah sekitar 13,9 persen saja.

Pengamat tata kota Nirwono Yoga mengatakan, rencana perubahan peruntukan kawasan permukiman menjadi kawasan bisnis hanya karena alasan di lokasi tersebut telanjur menjadi pusat usaha merupakan sebuah preseden buruk. Pemprov DKI Jakarta terbukti tidak konsisten melaksanakan aturan yang tertuang dalam RTRW 2010.

Menurut Nirwono, pembebasan kawasan Kemang menjadi pusat bisnis akan memicu perubahan di lokasi lain, seperti Pondok Indah, Kemayoran, dan masih banyak lagi. Tentu saja ini juga berpengaruh terhadap keberadaan RTH di lokasi itu.

Fasos-fasum

Namun, Dinas Pertamanan tetap optimistis bisa menambah luasan RTH. Perluasan RTH dilakukan dengan pembebasan jalur-jalur hijau yang diokupasi stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU), pedagang kaki lima, permukiman, atau pasar. Selain jalur hijau, Dinas Pertamanan juga sedang gencar membebaskan kawasan tepi sungai dari permukiman dan berbagai alih fungsi lainnya.

”Pembebasan jalur hijau dari SPBU, misalnya, akan dituntaskan pada November 2009,” kata Ery.

Terkait akan adanya RTRW DKI yang baru pada 2010, Dinas Pertamanan pun mencoba meningkatkan upaya perluasan RTH dengan menekan para pengembang untuk segera merealisasikan kewajiban mereka menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos dan fasum). Fasos dan fasum inilah yang akan dikelola sebagai bagian dari RTH Jakarta.

Readmore »»

Selasa, 21 April 2009

HaRi BuMi SeDuNia

Cengkareng, Rabu, 22 April 2009
Selamat Hari Bumi Sedunia bagi semua makhluk hidup di permukaan Bumi.
Berikut ini, beberapa acara diadakan dalam rangka peringatan Hari Bumi :
1. Mahasiswa Bagikan Saputangan Sambut Hari Bumi
(http://antara.co.id/arc/2009/4/16/mahasiswa-bagikan-saputangan-sambut-hari-bumi/)
2. PERINGATAN HARI BUMI 2009 FAKULTAS KEHUTANAN UGM
(http://www.ugm.ac.id/index.php?page=agenda&artikel=15)
3. Peringati Hari Bumi, Ribuan Warga Bandung Siap Aksi
(http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/04/13/brk,20090413-170119,id.html)


4. Sepeda Onthel Ramaikan Hari Bumi
(http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/04/18/17141095/sepeda.onthel.ramaikan.hari.bumi.)
5. Peringati Hari Bumi, 16 Komunitas Jalan Santai
(http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/04/18/17092688/peringati.hari.bumi.16.komunitas.jalan.santai)
6. Peringati Hari Bumi, Novotel Bandung Bersihkan Lingkungan
(http://bandung.detik.com/read/2009/04/20/190637/1118518/486/peringati-hari-bumi-novotel-bandung-bersihkan-lingkungan)
7.Sampah Malioboro Dibersihkan Mahasiswa
(http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/04/18/12523565/sampah.malioboro.dibersihkan.mahasiswa)
8. Sambut Hari Bumi, WWF Kalteng Gelar Lomba
(http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/03/26/13581991/sambut.hari.bumi.wwf.kalteng.gelar.lomba)
9. Moda Serba Listrik Melenggang di Hari Bumi
(http://www.inilah.com/berita/otomotif/2009/04/21/100451/moda-serba-listrik-melenggang-di-hari-bumi/)
10. Rayakan Hari Bumi Sedunia, Disney Putar Film Spesial
(http://www.astaga.com/content/rayakan-hari-bumi-sedunia-disney-putar-film-spesial)

Readmore »»

Pemkot Palembang Gagas Program Bank Sampah

KOMPAS, Selasa, 21 April 2009 04:39 WIB
Pemerintah Kota Palembang menggagas program bank sampah, yakni pengelolaan sampah secara mandiri dan swadaya untuk mendukung terwujudnya Kota Palembang yang bersih dan nyaman. Menurut Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kota Palembang Apriyadi S Busri, Senin (20/4), program bank sampah ini awalnya akan dilakukan di lembaga pendidikan (sekolah). Program ini didukung dana CSR dari BUMN di Palembang, yakni PT Pusri. ”Program bank sampah juga diharapkan dapat membiasakan pelajar dan masyarakat untuk mengolah sampah dan memanfaatkan nilai gunanya. Jadi sampah tidak hanya dimaknai sebagai barang kotor, tetapi bisa berguna salah satunya sebagai kompos,” katanya. Dia berharap pengenalan kompos lewat bank sampah ini bisa diperluas ke fasilitas publik, seperti terminal dan pasar.

Readmore »»

Nuklir untuk Pelapisan Ramah Lingkungan

KOMPAS, Selasa, 21 April 2009 03:29 WIB
Jakarta - Teknologi nuklir yang menghasilkan radiasi berkas elektron dan sinar ultraviolet dapat menggantikan teknik pelapisan produk industri yang tidak ramah lingkungan. Teknik pelapisan yang dilakukan selama ini masih menggunakan bahan kimia tidak ramah lingkungan.

Produk industri yang dilapis antara lain bahan bangunan, mebel, otomotif, barang kerajinan, dan peralatan rumah tangga.

Demikian dikemukakan Sugiarto Danu (60), ahli bidang polimerisasi radiasi nuklir, dalam orasi pengukuhan sebagai profesor riset Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Senin (20/4) di Jakarta.

Bersama Sugiarto, Surian Pinem (52) dan Sigit (57) dikukuhkan pula sebagai profesor riset dalam bidang fisika reaktor nuklir dan teknik kimia pada institusi Batan. Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Umar Anggara Jenie bertindak sebagai Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset.

”Pelapisan dengan radiasi menghasilkan permukaan dengan kehalusan dan kilap tinggi, prosesnya hemat energi, tanpa pelarut sehingga emisi sangat rendah,” kata Sugiarto. Berbeda dengan pelapisan konvensional yang menggunakan pelarut (thinner) yang mudah menguap itu akan merusak lingkungan. Namun, pengembangan teknologi nuklir untuk radiasi pelapisan produk industri ini belum dikembangkan dengan baik di Indonesia.

”Di Indonesia teknik pelapisan dengan radiasi ini tidak dikembangkan karena aspek ekonomi biaya produksi masih relatif tinggi,” kata Sugiarto yang mengambil judul orasi pengukuhan ”Status dan Perkembangan Aplikasi Teknologi Radiasi untuk Pelapisan Permukaan Berbagai Produk Industri di Indonesia”.

Surian Pinem dalam orasi berjudul ”Litbang Manajemen Teras dan Fisika Reaktor RSG-GAD untuk Mendukung PLTN Pertama di Indonesia” menguraikan, hal reaktor terbesar yaitu reaktor serba guna GA Siwabessy yang berada di Serpong, Tangerang, Banten. Reaktor nuklir dengan daya 30 megawatt (thermal) ini dianggap memberikan pengalaman paling penting untuk mendukung pembentukan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama di Indonesia.

Sigit dalam orasi ”Proses kering Daur Ulang Bahan bakar Nuklir dan Prospeknya di Indonesia” lebih menekankan pentingnya penguasaan teknik daur ulang bahan bakar nuklir sebelum memutuskan pembuatan PLTN pertama di Indonesia.

”Daur ulang bahan bakar nuklir adalah suatu proses menggunakan kembali uranium dan plutonium yang diperoleh dari pemulihan bahan bakar bekas ke dalam reaktor nuklir sebagai tambahan produksi energi,” ujar Sigit.

Readmore »»

Pakai "Styrofoam"? Ya Enggaklah...

KOMPAS, Selasa, 21 April 2009 03:24 WIB
Di antara keramaian bazar SD Pangudi Luhur, Jakarta, Sabtu (18/4) pagi, sejumlah bocah dengan poster anti-styrofoam yang dipasang pada bagian belakang tubuhnya mondar-mandir. Mereka menggalang tanda tangan di atas kain putih, yang intinya mendukung sekolahnya bebas dari styrofoam sebagai kemasan makanan.


Bocah-bocah itu siswa kelas VI SD yang lokasinya tak jauh dari kompleks Mal Pondok Indah, sementara poster-poster yang mereka kenakan merupakan karya siswa kelas V.

Setiap tahun, sekolah itu membiasakan lulusannya meninggalkan kenangan khusus. Tahun 2008, kakak kelas mereka meninggalkan tempat sampah nonorganik dan organik.

Kini, mereka ingin lebih dari itu. ”Kami ingin sekolah enggak pakai styrofoam lagi sebagai wadah makanan,” kata Matthew Waworuntu (12). ”Itu kan berbahaya bagi kesehatan,” tambah Amelia Rugun Sirait (11).

Pagi itu, tim kampanye meminta para orangtua siswa yang mengambil rapor semesteran dan teman-temannya tanda tangan di atas kain. Sebagian mencegat di lorong pintu masuk dan sebagian mondar-mandir di halaman.

Informasi bahaya styrofoam sebagai kemasan makanan mereka dapat dari orangtua dan internet. Meski belum bisa menjelaskan detail, anak-anak itu tahu dampak lingkungan dan kesehatan, dari tak bisa terurai di alam hingga memicu kanker (karsinogenik) akibat akumulasi zat kimia yang masuk ke dalam tubuh konsumen.

Zat kimia berbahaya styrofoam berpindah ke tubuh konsumen bersama dengan makanan. Perpindahan kian cepat dalam suhu panas, makanan berlemak tinggi, dan mengandung alkohol atau asam. Namun, bentuknya yang menarik, seperti menutupi risiko tadi. Konsumen kadang sulit menghindarinya. ”Kadang memang masih dapat juga,” kata Birgitta Anggitan Puspa (11).

Seperti siang itu, sejumlah stan makanan masih menyediakan styrofoam sebagai pembungkus sate, gudeg, dan es krim. ”Kami anggap sebagai tantangan,” kata Dety Kurniasih, salah satu guru yang aktif mendukung kampanye tersebut.

Di sekolah itu, baru satu warung yang dengan sadar meninggalkan styrofoam. Gantinya, mereka gunakan wadah berbahan plastik yang dapat dipakai ulang. Menurut Dety, model itulah yang diharapkan terwujud.

Diperkuat SK

Kampanye bocah-bocah itu sejalan dengan program sekolah. Direncanakan keluar surat keputusan (SK) kepala sekolah mendukung bebas styrofoam akhir tahun 2009.

”Kami mendahulukan dialog dan proses, tidak langsung mengeluarkan SK begitu saja. Ada sosialisasi kepada kelas dan guru tentang bahaya styrofoam,” kata Dety. Hingga kini, makan siang guru masih disediakan dengan pembungkus styrofoam.

Bulan Juli 2009, bersamaan acara perpisahan dan wisuda, secara simbolis akan diserahkan kemasan berbahan plastik sebagai pengganti styrofoam. Masing-masing warung di kantin diberi 25 kemasan plastik yang dapat dipakai ulang.

Di balik kampanye sadar kesehatan dan lingkungan ada orangtua siswa. Merekalah yang aktif mendorong sekolah agar berubah. ”Butuh waktu dan kemauan untuk menularkan kesadaran. Kami pakai momentum yang ada,” kata salah satu orangtua siswa yang juga aktivis lingkungan, Sandra Moniaga.

Gayung bersambut. Kampanye itu didukung Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang akan membawa tanda tangan mereka ke Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan. ”Sayang kalau tidak disuarakan,” kata Ilyani dari YLKI yang menyaksikan kampanye. Dia menilai konsumen masih menjadi pihak lemah. Meski tahu risikonya, mereka tak kuasa menolak.

Sementara itu, pemerintah tak tegas melindungi konsumen. Penggunaan styrofoam sebagai kemasan makanan ada ketentuannya, tetapi sering dilanggar.

Menunggu, tidak menyelesaikan masalah. Apa yang dilakukan siswa, orangtua, dan guru di SD Pangudi Luhur adalah inspirasi: berpikir sederhana dengan memulai dari sekitar kita.

Readmore »»

Senin, 20 April 2009

Dana untuk Perubahan Iklim

KOMPAS, Senin, 20 April 2009 04:16 WIB
Aktor Leonardo DiCaprio akan melelang tiket malam perdana film terbarunya, Shutter Island. Lelang ini guna mengumpulkan dana bagi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan perubahan iklim.



Penawar tertinggi tiket malam perdana itu akan meluncur ke tempat acara dengan menumpang mobil yang ramah lingkungan. Selain itu, dia juga akan berkesempatan berpose berdua DiCaprio di atas karpet merah.

Semua itu belum cukup, bintang film Catch Me If You Can dan Gangs of New York ini juga bakal menemani sang penawar tertinggi menghabiskan malam itu.

Kapan acara tersebut bakal berlangsung akan ditentukan kemudian. Namun, disebut-sebut waktunya berdekatan dengan peringatan Hari Bumi pada 22 April nanti.

”Siapa saja bisa mengikuti lelang ini lewat ebay.com/globalgreen. Partisipasi siapa pun diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim. Semua ini tanggung jawab kita bersama,” kata pria kelahiran Hollywood, California, AS, 11 November 1974, ini.

Pemain film Blood Diamond itu dikenal sebagai aktivis lingkungan hidup. ”Setiap orang sesungguhnya bisa berbuat positif bagi lingkungan. Ini bisa dimulai dari menghijaukan rumah, lalu sekolah, kemudian meningkat ke kota (tempat tinggalnya) dan seterusnya,” tambah DiCaprio serius.

Readmore »»

Yuyun Terima Penghargaan Goldman 2009

Senin, 20 April 2009 03:43 WIB
Jakarta, Kompas - Aktivis lingkungan dari Denpasar, Bali, Yuyun Ismawati, bersama lima aktivis yang bekerja di akar rumput dari Amerika Serikat, Gabon, Banglades, Rusia, dan Paramaribo terpilih sebagai penerima Penghargaan Lingkungan Goldman 2009, semacam Nobel di bidang lingkungan. Anugerah khusus itu diserahkan di San Francisco Opera House, AS, hari Senin (20/4) pukul 17.00 waktu setempat.


”Saya sama sekali tidak menyangka mendapat penghargaan ini. Selama ini saya melakukan apa yang menjadi perhatian khusus saya saja,” kata Yuyun saat dihubungi di San Francisco dari Jakarta, Minggu (19/4) waktu Indonesia. Keenam pemenang berhak atas hadiah masing-masing 150.000 dollar AS.

”Seperti pendahulunya, para penerima Penghargaan Goldman ini amat mengesankan. Mereka berhasil menghadapi rintangan yang tampaknya tak terpecahkan,” ujar pendiri Penghargaan Goldman, Richard N Goldman, seperti dikutip dari siaran pers The Goldman Environmental Prize.

Penghargaan ini memasuki tahun ke-20 yang diberikan setiap tahun kepada para pejuang lingkungan di tingkat akar rumput. Sejak dimulai tahun 1989, penghargaan ini sudah diberikan kepada 133 aktivis dari 75 negara.

LEAD Fellow

Yuyun, salah satu fellow dari Program Leadership on Environment and Development (LEAD Programme) Indonesia, adalah orang Indonesia ketiga yang menerima penghargaan ini.

Ibu dua anak itu dengan lembaga Bali Fokus melakukan solusi berbasis masyarakat untuk pengelolaan sampah yang memberi peluang kerja bagi warga berpenghasilan rendah dan memberdayakan warga untuk memperbaiki kualitas lingkungan.

Bersama sejumlah aktivis, ia juga mengembangkan Indonesia Toxics-Free Network (ITFN) yang di antaranya menyoroti perhatian pemerintah yang kurang terhadap isu-isu limbah berbahaya dan beracun berikut dampak publiknya.

”Indonesia terlalu santai, padahal ada banyak hal yang patut dikhawatirkan terkait isu limbah beracun,” katanya.

Pemenang lain

Lima penerima penghargaan lainnya adalah Marc Ona Essangui dari Gabon (Benua Afrika), Maria Gunnoe, Bob White dari West Virginia (Amerika Utara), Olga Speranskaya dari Rusia (Benua Eropa), Rizwana Hasan dari Banglades (Asia), dan Hugo Jabini serta Wanze Eduards dari Suriname (Amerika Tengah dan Selatan).

Olga yang juga LEAD Fellow mengubah kelompok lembaga swadaya masyarakat di Eropa Timur, Kaukasus, dan Asia Tengah menjadi kekuatan potensial untuk mengidentifikasi dan memusnahkan bahan kimia beracun warisan Uni Soviet.

Marc Ona yang hidup di atas kursi roda memimpin upaya publik untuk mengungkap korupsi di balik konsesi pertambangan milik Pemerintah China yang mengancam ekosistem hutan hujan tropis di negaranya.

Maria, Bob bersama warga berjuang menentang industri batu bara yang menghancurkan puncak gunung untuk menguruk lembah. Adapun Rizwana pimpin perjuangan mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan lingkungan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya industri pembuangan kapal.

Wanze dan Hugo adalah anggota komunitas ”Maroon”—didirikan komunitas budak Afrika —yang menentang penebangan di lahan tradisional mereka.

Readmore »»

Jumat, 17 April 2009

”Bank Sampah” untuk 100 Sekolah

KOMPAS, Sabtu, 18 April 2009 05:30 WIB
Pemerintah Kota Palembang, Sumatera Selatan, menyiapkan 100 sekolah untuk dapat mengelola sampah di lingkungan sekolah masing-masing dan menjadi ”bank sampah”, dengan mendapatkan modal atas sampah yang berhasil dikumpulkan itu.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palembang Kemas Abubakar di Palembang, Jumat (17/4), mengatakan, ”bank sampah” itu siap diterapkan pada seratus sekolah sebagai percontohan lebih dulu. ”Bank sampah” berupa pengelolaan sampah di sekolah dengan sistem pengumpulan dilakukan para siswa dan sekolah bersangkutan, kemudian dijual kepada pengurus OSIS atau koperasi sesuai dengan yang diterapkan di sekolah itu. Menurut dia, setiap sekolah akan diberi modal Rp 300.000. Dana tersebut nantinya dipergunakan untuk membeli sampah yang dikumpulkan pelajar di sekolah tersebut. Ia menyatakan, sampah itu juga harus dipisahkan berdasarkan jenis sampah organik dan bukan organik sehingga perlu disiapkan juga tong sampah untuk menampungnya. Dia menyebutkan, khusus sampah di sekolah dipastikan paling banyak berupa kertas dan botol plastik. Setelah dikumpulkan dan dibeli pengurus OSIS atau koperasi sekolah itu, selanjutnya sampah tersebut dijual kepada pengumpul sesungguhnya. Abubakar menambahkan, dengan sistem mengumpul, membeli, dan menjual kepada pengumpul, diharapkan dana yang diberikan sebesar Rp 300.000 yang berasal dari Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pupuk Sriwijaya dipastikan akan bisa berputar. ”Sampah itu juga dapat bernilai ekonomis dan tidak hanya menjadi barang buangan,” katanya. (ANTARA/BOY)

Readmore »»

Peluncuran Roket Rusak Ozon

KOMPAS, Sabtu, 18 April 2009 04:28 WIB
Peluncuran roket belakangan ikut dikhawatirkan menjadi penyumbang emisi. Menurut sebuah studi, sisa pembakaran bahan bakar padat roket merusak lapisan ozon. Saat roket-roket berbahan bakar padat diluncurkan, chlorine terlepas secara langsung ke stratosfer tempat di mana chlorine bereaksi dengan oksigen untuk membentuk penghancur ozon chlorine oxides. Peningkatan frekuensi peluncuran ekspedisi ke luar angkasa dan komersial di masa mendatang menjadi kekhawatiran. ”Memang tidak terlalu terlihat penting sekarang, tetapi akan sangat berbahaya untuk 30 tahun ke depan,” ujar salah satu peneliti, Darin Toohey, dari Universitas Colorado. Saat ini berkat hukum internasional, kimiawi penyebab penipisan lapisan ozon, seperti chlorofluorocarbons (CFCs) dan methyl bromide, semakin berkurang. (National Geographic/INE)

Readmore »»

Kamis, 16 April 2009

Tungku Supriyanto Berkonsep Energi Petani

KOMPAS, Kamis, 16 April 2009 03:14 WIB
Beberapa bulan setelah menjadi Direktur Hutan Pendidikan Gunung Walat, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, di daerah Cibadak Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tahun 2003, Supriyanto melihat warga setempat sering menebangi pohon untuk kayu bakar. Hasil survei menyebutkan, dalam sehari sekitar 10 meter kubik kayu bakar keluar dari hutan pendidikan Gunung Walat.


Dalam benak Supriyanto muncul pertanyaan, mengapa penduduk tidak memilih menggunakan ranting pohon untuk kayu bakar? Mengapa mereka memilih menebang pohon? Dari para penebang pohon itu pula dia memperoleh jawabannya. Rupanya, warga sekitar Gunung Walat lebih suka menebang pohon karena energi api yang dihasilkan ranting tidak cukup besar.

Di sisi lain, alumnus Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini merasa khawatir penebangan pohon akan berdampak terhadap krisis energi, terutama bahan bakar fosil yang terus menipis.

Supriyanto lalu terpikir memanfaatkan energi yang berasal dari biomassa, seperti rumput, limbah kayu, semak belukar, ranting kayu, dan potongan bambu, yang sesungguhnya amat mudah diperoleh di pekarangan.

Berdasarkan temuan dan kekhawatiran itulah, Supriyanto kemudian mulai memfokuskan diri untuk membuat teknologi pedesaan yang sederhana dengan bahan bakar yang mudah diperoleh dari limbah lingkungan setempat.

”Konsep yang saya pergunakan adalah farmer energy atau energi petani. Teknologinya harus sederhana, mudah, murah, tidak berisiko, tetapi efisiensinya tinggi,” katanya.

Ia lalu menjadikan tungku sebagai pilihan untuk diteliti. Beberapa artikel tentang tungku di berbagai negara, termasuk dari Indonesia, dia pelajari.

Bertemu ahli arang

Di tengah upaya mempelajari tungku tersebut, Supriyanto yang juga peneliti di Seameo Biotrop (Pusat Studi Regional Penelitian Biologi Tropis) bertemu dengan Robert Flanagan, ahli bio-charcoal (arang) dari Finlandia yang menjadi tamu Biotrop.

Flanagan dikenal sebagai salah seorang peneliti yang mengembangkan tungku pyrolysis di China. Ia bekerja sama dengan Pusat Penelitian Bambu Cina (Inbar).

Bersama Flanagan, Supriyanto sering terlibat dalam berbagai diskusi tentang

penelitian tungku untuk model kebutuhan energi yang sedang dikerjakan. Penelitian mulai dilakukan sejak sekitar tahun 2005. Dia mencoba mulai dari membuat tungku tradisional berbahan dasar tanah liat, semen, besi, dan kaleng bekas drum oli.

”Barulah pada percobaan yang kesembilan bisa berhasil. Sebuah tungku yang ideal untuk warga setempat terwujud. Tungku ini

saya beri nama tungku ’Jimat’, kependekan dari enerji hemat agar mudah diingat dan diucapkan,” kata Supriyanto.

”Tungku Jimat relatif sederhana dan berbahan limbah. Bahan bakarnya juga merupakan limbah dan dibuat dengan konsep energi petani,” katanya seraya menyebutkan, pembuatan tungku dilakukan di bengkel perajin musik tradisional di daerah Sukabumi.

Hemat energi

Mantan Pembantu Dekan III Fakultas Kehutanan IPB ini mengemukakan, teknologi tungku dengan konsep energi petani yang dikembangkan itu relatif efisien. Secara teknis di sini juga menggambarkan proses pyrolysis, yakni konsep teknik pembakaran yang meminimalkan penggunaan oksigen. Ruang yang minim oksigen itu lalu dimampatkan untuk meningkatkan suhu sehingga timbul asap. Asap itu kemudian diubah menjadi gas melalui satu ruangan bersuhu antara 300 derajat dan 600 derajat celsius.

Pada saat terjadi proses pyrolysis, ada tiga sumber panas, yakni kayu atau bahan organik lain untuk menghasilkan api dan asap. Asap kemudian diubah menjadi gas. Melalui ruangan bersuhu tinggi, gas terbakar menjadi energi. Sisa dari proses itu menghasilkan arang. Arang inilah yang lalu menjadi bahan bakar ketiga.

Di dalam konsep itu, secara teknis harus ada alat lain, yakni generator yang terbuat dari tabung besi. Fungsinya untuk menyimpan dan menimbulkan panas yang berasal dari bahan bakar yang terbakar, juga bisa menjaga ruangan agar tetap bersuhu 300-600 derajat celsius. Pencapaian suhu ini penting untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna. Sementara itu, akselerator berfungsi mempercepat penyemprotan udara panas.

Tungku Jimat, menurut Supriyanto, sangat tepat untuk masyarakat pedesaan, daerah transmigrasi, warga pinggiran kota, dan pedagang makanan kaki lima.

”Tungku Jimat ini hemat energi, bahan bakarnya juga gratis karena berasal dari limbah yang diperoleh dari pekarangan rumah, tak merusak lingkungan, dan berbasis pertanian,” tambahnya.

Di samping itu, bahan baku tungku juga berasal dari limbah yang relatif murah, seperti drum oli, dan tak berisiko meledak. Energi yang dihasilkan pun cukup besar.

”Oleh karena tak menggunakan bahan bakar minyak, penggunaan tungku Jimat bisa menghemat pengeluaran uang belanja keluarga,” katanya.

Kini, tungku Jimat dalam proses pengujian untuk memenuhi kriteria Standar Industri Indonesia (SII) guna memperoleh hak kekayaan intelektual.

Sangat efisien

”Uji kinerja dan teknis untuk memperoleh efisiensi termal yang memenuhi SII sedang dilakukan,” tutur Supriyanto yang juga berkonsultasi dengan Profesor Teiss, ahli energi petani dari Belanda.

Tentang efisiensi tungku ciptaannya itu, menurut Supriyanto, bisa dibuktikan karena dari 1 kilogram bahan bakar berupa ranting, limbah kayu, dan bambu, dapat digunakan untuk memasak selama sekitar dua jam. Limbahnya hanya berupa 10 gram abu.

”Jadi, dari 1.000 gram bahan bakar yang digunakan itu, tinggal 10 gram yang menjadi abu. Sebanyak 990 gram telah dikonversi menjadi energi atau bisa dikatakan tingkat efisiensinya sebesar 99 persen,” ujar Supriyanto tentang penelitiannya selama sekitar tiga tahun itu.

(FX Puniman, Wartawan Tinggal di Bogor)

Readmore »»

PUPUK KOMPOS - Mengelola Sampah Jadi Ramah Lingkungan

Rabu, 15 April 2009 | 04:49 WIB
Siang itu, Selasa (14/4), Abu (43) dan Taufik (32) terlihat sibuk mengangkat tumpukan sampah basah yang menyumbat di salah satu pintu air di aliran Sungai Bendung, Kecamatan Sekip, Kota Palembang. Setelah diangkat, sampah-sampah tersebut kemudian dipilah-pilah.

”Sampah yang berkategori plastik atau dari bahan lain yang tidak bisa didaur ulang diletakkan di tempat khusus, sedangkan sampah yang bisa didaur ulang atau nonplastik dimasukkan ke tong khusus,” kata Abu.

Abu dan Taufik merupakan salah satu relawan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hijau yang bergerak di bidang konservasi lingkungan perkotaan. LSM Lingkungan Hijau sendiri saat ini memiliki proyek kerja sama dengan pemerintah daerah dalam hal pengelolaan sampah menjadi pupuk kompos.

Menurut Abu, sejak tahun 2008 Pemkot Palembang telah mulai menggencarkan program pemanfaatan sampah rumah tangga menjadi pupuk kompos. Di berbagai kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, dan Bandung, hal serupa sudah banyak dilakukan.

”Di Palembang sendiri, wawasan ini perlu dibumikan agar kesadaran masyarakat meningkat. Saat ini, coba lihat bahwa bencana banjir ini salah satu penyebabnya berasal dari sampah rumah tangga yang menyumbat aliran sungai. Kalau program ini berhasil, potensi banjir bisa ditekan,” katanya.

Cara pembuatan

Teknik dan cara pembuatan pupuk kompos dari sampah rumah tangga ini sebenarnya cukup mudah. Pertama-tama, pelaku rumah tangga harus sudah memisahkan jenis sampah yang bisa didaur ulang dan yang tidak. Sampah yang bisa didaur ulang, contohnya, makanan, daun, dan bahan biologis lainnya. Setelah dimasukkan ke dalam tempat tertutup selama sekitar 2-3 bulan, material itu siap diolah menjadi kompos.

”Pupuk ini berguna untuk menyuburkan tanaman. Bisa dimanfaatkan di pekarangan sendiri maupun dijual menjadi pupuk pertanian padi,” kata Abu.

Adapun sampah yang tidak bisa didaur ulang, seperti kaca, plastik, dan lainnya, bisa dipisahkan.

Readmore »»

LINGKUNGAN - Rawa-rawa Terus Ditimbun

KOMPAS, Rabu, 15 April 2009 04:45 WIB
Palembang - Meskipun Kota Palembang sering dilanda banjir karena berkurangnya lahan basah, aktivitas penimbunan rawa-rawa tidak berkurang. Bahkan, penjualan tanah uruk semakin marak.


Perdagangan tanah uruk yang digunakan untuk menimbun rawa-rawa di Palembang dalam sebulan terakhir ini mulai marak kembali. Bahkan, tingginya permintaan memicu kenaikan harga dari Rp 175.000 menjadi Rp 210.000 per mobil truk (lima meter kubik).

”Tanah uruk sekarang ini banyak diperlukan karena warga di kampung-kampung dalam Kota Palembang, terutama di daerah pinggiran, banyak melakukan kegiatan pembangunan rumah,” kata Ali Imron, warga Kelurahan 7 Ulu di Palembang, Selasa (14/4).

Menurut Ali, warga yang akan membangun rumah atau rumah yang sudah ada di atas rawa-rawa memerlukan tanah uruk untuk menimbun lahan. Tujuannya, agar terhindar dari ancaman banjir ketika hujan lebat.

Warga biasanya memerlukan tanah uruk relatif banyak dengan biaya cukup tinggi karena selain biaya membeli tanah, juga harus mengeluarkan uang tambahan atau ongkos angkut dari jalan raya ke permukiman.

Salah seorang buruh pikul, Marno, mengatakan, ongkos angkut tanah uruk bervariasi, tergantung dari jarak dari jalan raya ke permukiman. ”Kalau jaraknya hanya 100-150 meter dari jalan raya, biasanya satu mobil truk tanah uruk ongkos angkutnya kisaran Rp 150.000,” ujarnya.

Meningkatnya aktivitas warga membangun rumah di perkampungan karena harga bahan bangunan dalam sebulan terakhir ini berangsur turun, antara lain semen dan batu bata.

Menurut pedagang penyalur bahan bangunan di kawasan Jalan A Yani, harga semen Baturaja pada kisaran Rp 49.000 per zak atau mengalami penurunan dibandingkan dengan harga pada Maret lalu.

Readmore »»

Selasa, 14 April 2009

MALANG RAYA SIAPKAN 2,4 JUTA BIBIT POHON

KOMPAS, Selasa, 14 April 2009 16:32 WIB
Kerusakan hutan di wilayah Kabupaten Malang menuntut penanaman kembali hutan. Oleh karena itu, diperlukan 2,4 juta bibit pohon. Demikian penjelasan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Malang Ahmad Zen di Malang, Senin (13/4). Menurut dia, pihaknya tahun ini menyiapkan dana untuk menganggarkan pengadaan 2,4 juta bibit pohon berbagai jenis yang juga diharapkan akan dibantu pengadaannya oleh warga masyarakat sekitar hutan. Dana yang dibutuhkan untuk pengadaan bibit itu sebesar Rp 459 juta.

Readmore »»

SATWA DILINDUNGI - BKSDA Bengkulu Lepas Tujuh Trenggiling

KOMPAS, Sabtu, 11 April 2009 04:50 WIB
Bengkulu - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu, Rabu (8/4), melepas tujuh trenggiling (Manis javanica) ke habitatnya di Cagar Alam Taba Penanjung, Bengkulu Utara. Sebelumnya, satwa dilindungi tersebut diamankan sebagai barang bukti atas penangkapan pedagang hewan langka, LP (40). di Bengkulu.


Kepala Bagian Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Supartono di sela-sela pelepasan mengatakan, satwa tersebut tidak bisa berlama-lama berada di dalam kandang karena bisa mengakibatkan kematian. ”Makanannya berupa semut dan hewan kecil lainnya yang lumayan susah didapat. Jadi, kami langsung melepas ke habitatnya,” katanya.

Pelepasan tujuh ekor satwa tersebut juga disaksikan tiga personel Polda Bengkulu yang dipimpin AKP Hari Irawan. ”Kami ikut menyaksikan pelepasan satwa ini ke habitatnya setelah diambil data dan dokumentasi sebagai barang bukti,” katanya.

Sesaat setelah dilepaskan, tujuh ekor satwa yang dilepas ke habitatnya itu langsung menuju hutan cagar alam dan sebagian memanjat pohon untuk mencari makanan.

Aktivis LSM ProFauna Indonesia, Tri Prayudhi, mengatakan, dengan kasus ini, seharusnya pihak BKSDA Bengkulu lebih fokus dalam mengawasi aktivitas pengumpul dan penangkap satwa.

Dari data yang ada, tersangka LP merupakan salah satu dari 12 pengumpul dan penangkap satwa yang memiliki izin dari BKSDA. Sebenarnya izinnya untuk satwa yang tidak dilindungi.

Readmore »»

Pemanas Bertenaga Matahari Raih Penghargaan

KOMPAS, Sabtu, 11 April 2009 03:15 WIB
Alat memasak bertenaga matahari dengan ongkos pembuatan sekitar Rp 60.000 akhirnya memenangi hadiah 75.000 dollar AS dalam kontes ide cemerlang mencegah laju perubahan iklim di Norwegia, Kamis (9/4).
Pemanas berbahan kardus yang setelah dilengkapi dengan bahan reflektif transparan dan bercat hitam untuk menyerap panas itu mampu menghasilkan panas hingga 80 derajat celsius. Aplikasinya berpotensi menggantikan kayu bakar sebagai sumber energi utama sekitar tiga juta orang di dunia. Alat itu diberi nama ”Kotak Kyoto”” dan dibuat di Kenya. Alat untuk memasak air dan makanan itu diproyeksikan dapat dikembangkan ke sejumlah negara berkembang berpenduduk padat, di antaranya Afrika Selatan, India, dan Indonesia. Memasak menggunakan kayu bakar mengancam keutuhan hutan sebagai penyeimbang iklim dan penyerap karbon, unsur utama pembentuk gas rumah kaca.

Readmore »»

Air Murni Makin Sulit

Produksi Hidrogen dari Dalam Laut
KOMPAS, Sabtu, 11 April 2009 03:16 WIB
Jakarta - Sumber air baik di darat maupun di laut kini makin terkontaminasi pencemaran. Hal ini menyulitkan perolehan sumber air murni yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku hidrogen sebagai sumber energi ramah lingkungan pada masa depan.


Salah satu alternatif yang baik untuk dikembangkan dari sektor kelautan adalah memperoleh air murni itu dari kedalaman lebih dari 1.000 meter.

”Pencemaran air sudah melanda di mana-mana. Sumber energi hidrogen memang paling baik karena ramah lingkungan, tetapi kendalanya terdapat perolehan air murni karena banyak sumber air yang tercemar dan juga terbatasnya ketersediaan listrik yang harus diperoleh dari sumber energi ramah lingkungan,” kata Direktur PT Colano E&P Yasser Rahman saat dihubungi Jumat (10/4).

Yasser adalah salah satu pengembang yang merintis rekayasa industri di sektor kelautan untuk menghasilkan energi listrik. Teknologi yang dirancang dikenal sebagai ocean thermal energy conversion (OTEC). Teknologi ini memanfaatkan beda suhu sekitar 15 derajat celsius antara permukaan laut dan kedalaman laut untuk membangkitkan sistem fluida kerja.

Sistem fluida kerja menjadi energi penggerak turbin penghasil listrik. Lokasi yang dipilih untuk persiapan industri ini adalah Mamuju, Sulawesi Barat.

Konferensi kelautan

Menurut Yasser, produksi listrik dengan sistem OTEC di laut menjadi modal pengembangan produksi hidrogen dengan sumber air murni yang didapat dari kedalaman laut lebih dari 1.000 meter. Sumber air murni itu berkelimpahan dan sumber energi listriknya juga ramah lingkungan, mengandalkan beda suhu permukaan dan kedalaman laut.

Perpaduan teknologi untuk pemanfaatan sektor kelautan di bidang energi ini cukup konkret. Masalah ini dapat dimasukkan ke dalam pembahasan agenda Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference/WOC) di Manado, Sulawesi Utara, 11-15 Mei 2009.

Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi pada pemaparan kesiapan penyelenggaraan WOC, Rabu (8/4), mengemukakan, kemampuan laut bukan hanya menjaga keseimbangan lingkungan. Lebih dari itu, laut juga memiliki potensi bagi lahirnya sumber energi yang sangat ramah lingkungan.

Akan tetapi, persoalan energi dari sektor kelautan ini kurang dikedepankan Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan WOC. Menurut Sekretaris Panitia Nasional WOC Indroyono Soesilo, hasil WOC pertama kali ini diharapkan bisa menjadi landasan pembahasan-pembahasan internasional berikutnya, termasuk soal energi ramah lingkungan dari sektor kelautan.

Titik tekan yang masih diperjuangkan dari WOC, menurut Indroyono, pada upaya konservasi kawasan segitiga terumbu karang yang menjadi habitat terumbu karang terluas di dunia. Pembahasan lainnya terkait peran kelautan dalam menghadapi perubahan iklim.

Readmore »»

Senin, 13 April 2009

Bersepeda Itu...

Andi Mallarangeng (46),
Juru Bicara Kepresidenan, warga Cilangkap yang ngantor di Istana


Jarak dari rumah ke kantor cukup jauh, 40-an kilometer, bisa 1,5 jam ditempuh dengan mengayuh sepeda. Rutenya, Cilangkap ke Taman Mini, lalu Kramat Jati, Jalan Dewi Sartika, Gatot Soebroto, Kuningan, Menteng, Gambir, Istana. Sampai kantor, makan bubur ayam dulu sebelum mandi. Naik sepeda ke kantor cukup sekali sepekan pada hari Jumat, tapi kalau akhir pekan saya biasa sepedaan keluar-masuk kampung, bisa sampai Cileungsi, Cibubur, Sentul.


Saya bersepeda sejak kecil, ke sekolah naik sepeda. Waktu kuliah di UGM, Yogyakarta, saya juga naik sepeda. Ketika kuliah di Amerika Serikat, tetap naik sepeda. Bisa dibilang, sepanjang hidup saya ini naik sepeda. Sepeda yang saya pakai sekarang saya beli tahun 1995 di AS, merek Track. Murah meriah, ha-ha-ha. Saya juga punya sepeda lipat.

Selain untuk kebugaran, bersepeda itu juga ramah lingkungan. Manfaat lain, kita belajar mengalah, jangan merasa selalu menang. Di jalan, posisi kita lemah. Semua orang mau menang sendiri, kita ngalah aja. Ada bus, ngalah. Ada motor ngebut, ngalah, meski terpaksa naik trotoar. Saya yakin, sepeda ini justru akan menjadi tren masa depan.

Agustinus Gusti Nugroho atau Nugie (37),
Penyanyi dan pencipta lagu, warga Bintaro


Sepeda benar- benar jadi alat transportasi buat aku. Kalau lagi shooting di televisi, aku genjot sepeda. Mau ke berbagai acara, genjot juga. Justru di jalan Jakarta yang macet, naik sepeda menjadi lebih cepat, bisa nyalip mobil.

Aku hobi sepedaan sejak kecil. Dulu kan gak dikasih banyak uang saku, jadi aku bersepeda, he-he-he. Kalau sekarang, sih, sudah menjadi kebutuhan. Kalau lagi ngamen ke daerah-daerah, aku bawa sepeda lipatku, masukkan aja ke koper, praktis. Oya, merek sepeda lipatku Bike Friday seri Tikit, range harganya antara Rp 18-21 juta. Aku memiliki enam sepeda, sesuai fungsi masing-masing, ada sepeda gunung, ontel, juga ada BMX, sepeda masa kecilku.

Naik sepeda rasanya keren, bisa masuk ke mana-mana. Sekarang, saya malah jadi ikut berkampanye anti-pemanasan global dan hemat energi dengan sepeda. Sekalian nyemplung untuk misi lingkungan. Saya yakin, nanti orang akan balik lagi ke sepeda, seperti masa kejayaan dulu.

Mathias Muchus (52),
Aktor, warga River Park, Bintaro


Saya mulai menyukai sepeda sejak kerusuhan Mei 1998. Kok transportasi kayaknya lebih enak dengan sepeda. Saya membeli sepeda seharga Rp 2-an juta, lalu mulai sering kumpul dengan teman. Tahun 2000-an saya kenal Pak Subronto Laras dari klub Ikatan Penggemar Sepeda Jakarta. Dari sana, saya mulai benar-benar menggemari sepeda, yang bagi saya adalah sport. Saya membeli sepeda balap, merek Look buatan Perancis. Harga Rp 30-an juta, tapi untuk kelasnya, harga itu masih murah karena ada yang Rp 75 juta lebih.

Saya pernah genjot sepeda dari ujung Bintaro ke Tanjung Priok. Kalau bersama klub, bahkan sampai ke Anyer, bisa makan waktu seharian. Kalau ke Yogya, nanti sepedaannya dari kota ke Borobudur atau Parangtritis pulang-pergi. Kalau ke lokasi shooting, saya genjot dari rumah. Sekarang, sepedaan tiap Sabtu-Minggu saja.

Saat mengayuh sepeda, rasanya seperti di atas awan. Bersepeda itu melatih daya tahan tubuh, konsentrasi, dan juga kesabaran. Naik sepeda tidak boleh emosional, nanti dua jam saja sudah habis energinya. Bersepeda itu memadukan kerja otot dan emosi.

Subronto Laras (65),
Komisaris Utama Indomobil Group, warga Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, yang ngantor di MT Haryono, Ketua Jakarta Cycling Club

Saya dulu ikut pandu. Pas usia sembilan tahun, saya bertugas menjemput pemimpin pandu, Abunda Mastini. Saya berangkat naik sepeda ke rumah Abunda di Jalan Panarukan, Menteng, lalu kami beriringan ke tempat kepanduan di Salemba. Malamnya, saya mengantar Abunda pulang. Sepeda waktu itu jadi alat mobilisasi.

Usia 14 tahun, saya ikut balap sepeda dengan rute Jakarta-Bogor. Latihannya di sepanjang Jalan Sudirman yang waktu itu sisi kanan-kirinya masih sawah. Saya ikut tur ke Kebayoran, jaraknya kira-kira 40 kilometer PP. Dulu naiknya sepeda jengki yang dimodifikasi sendiri.

Saya punya dua lusin sepeda, tapi saya bagi-bagikan ke pembalap. Saya suka pakai sepeda balap Colnago Carbon, harga Rp 50-an juta. Saya juga disponsori pabrik sepeda Giant. Manfaat? Sejak 15 tahun lalu saya divonis sakit jantung, tapi tertolong dengan bersepeda. Kenikmatan bersepeda? Memperluas pergaulan.
(Sumber: KOMPAS)

Readmore »»

Eropa Harus Lebih Waspadai Banjir

Warga Eropa dalam waktu dekat ini masih harus bersiap menghadapi lebih banyak lagi banjir dan juga kekeringan akibat perubahan iklim.
Demikian diungkapkan Komisioner Uni Eropa urusan Lingkungan Stavros Dimas, Rabu (1/4). Sekalipun ada upaya untuk mewujudkan emisi nol, hal itu tak akan mampu mengubah perubahan iklim ini dalam sekejap. Kekeringan sudah mulai dirasakan sejak tahun 1998 di 14 negara Uni Eropa. Adapun dari 100 kasus banjir di kawasan ini, setidaknya sudah menelan korban 700 orang tewas dan 500.000 orang terpaksa pindah tempat.
(Sumber: KOMPAS)

Readmore »»

Rabu, 08 April 2009

LINGKUNGAN - Walhi Temukan 100 Meter Kubik Kayu Pembalakan Liar

KOMPAS, Kamis, 9 April 2009 05:15 WIB
Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menemukan 100 meter kubik balok kayu pembalakan liar yang tersebar di aliran dan bantaran Sungai Way Pintau di kawasan hutan lindung Register 22B. Walhi mendesak Kepolisian Daerah Lampung agar mengusut kegiatan pembalakan liar dan menangkap pelaku.


”Selain merusak lingkungan, tindakan tersebut sudah menyebabkan berkurangnya debit air sungai yang selama ini dimanfaatkan warga sekitar,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Lampung Hendrawan, Rabu (8/4).

Hendrawan mengatakan, dari hasil investigasi Walhi Lampung pada 2-6 April 2009 di Register 22B, yang termasuk wilayah hutan lindung Lampung Barat, diketahui balok-balok tersebut merupakan hasil pengolahan dari gelondongan kayu jenis meranti dan krueng yang tergolong kayu langka.

”Berdasarkan penelusuran di aliran dan bantaran Sungai Way Pintau, kami menemukan balok-balok kayu jenis meranti dan krueng yang posisinya tersebar dan tidak beraturan,” ujar Hendrawan.

Tim investigasi Walhi menelusuri sungai sejauh 3,5 kilometer. Tim menghitung di aliran dan bantaran sungai tersebut terdapat 697 batang balok kayu.

Balok-balok tersebut berukuran 20 cm x 30 cm, 15 cm x 30 cm, 10 cm x 30 cm, 12 cm x 15 cm, 10 cm x 40 cm, 15 cm x 40 cm, 10 cm x 25 cm, dan 15 cm x 25 cm, sementara panjang rata-rata balok kayu tersebut 2,5 meter.

Menurut Hendrawan, selain ratusan balok kayu, tim investigasi juga menemukan dua gelondong kayu, yakni satu jenis kayu minyak berdiameter 4 meter dan panjang 30 meter serta satu gelondong jenis kayu meranti dengan diameter 2 meter dan panjang 12 meter. ”Kayu gelondongan tersebut kami pastikan sebagai sisa gergajian,” ujar Hendrawan.

Selain itu, tim juga menemukan delapan tunggul kayu dan beberapa balok kayu yang warnanya telah menyerupai tanah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembalakan liar di wilayah itu telah berlangsung lama.

Hendrawan mengatakan, berdasarkan penelusuran dan informasi dari masyarakat di sekitar Register 22B diketahui bahwa kegiatan tersebut telah berlangsung lebih dari dua tahun. Kegiatan tersebut ditengarai dilakukan seorang pemilik penggergajian kayu berinisial Nng. Hanya saja, sampai sekarang belum ada tindakan tegas dari aparat.

Terkait temuan balok-balok kayu hasil pembalakan liar tersebut, Walhi Lampung mendesak Dinas Kehutanan Lampung, Dinas Kehutanan Lampung Barat, dan Polda Lampung untuk mengusut tuntas kasus itu, membongkar jaringan distribusi kayu-kayu hasil pembalakan liar, dan menindak tegas pelaku pembalakan liar di Register 22B.

Hal itu perlu dilakukan sebab kawasan tersebut merupakan kawasan sumber air bagi daerah Lampung.

Selain itu, Walhi Lampung juga menyerukan kepada Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) untuk aktif melakukan kontrol dan menindak. Hal tersebut akan menyelamatkan kawasan TNBBS.

Secara terpisah, Kepala Satuan Reskrim Kepolisian Resor Lampung Barat Ajun Komisaris Bunyamin mengatakan, temuan Walhi Lampung tersebut melengkapi informasi yang selama ini diterima Polres Lampung Barat.

Readmore »»

PEMANASAN GLOBAL - Mereka yang Terancam Punah

KOMPAS, Kamis, 9 April 2009 03:39 WIB Oleh: Brigitta Isworo
Kehidupan sejumlah binatang terancam punah. Lalu apa perlunya kita bercemas diri? Toh sekarang juga sudah banyak spesies yang punah, seperti lumba- lumba Sungai Yangtze dan dinosaurus.


Di luar itu, ada beberapa spesies fauna (hewan) yang bahkan kita tidak menyadarinya ternyata telah punah. Toh kita baik-baik saja. Kehidupan kita, manusia, terus berjalan.

Namun coba disimak apa yang dituliskan Michael Soulè, seorang ahli biologi di bidang konservasi dan evolusi yang juga pendiri Masyarakat Ahli Biologi Konservasi.

Dia menuliskan, ”Era milenium segera tamat. Bersamanya akan hilang pula hasil evolusi selama empat juta tahun dengan segala kekayaannya. Ya, sejumlah spesies akan selamat, terutama yang berukuran kecil, yang kuat, yang mampu bertahan di suatu tempat yang amat sangat kering dan terlalu dingin bagi kita untuk bertani atau menumbuhkan rumput. Kita mesti menghadapi fakta bahwa era Cenozoic, era mamalia yang kembali setelah punah akibat bencana besar (katastropi) telah berlalu, dan bahwa era Anthropozoic atau Catastrophozoic kini dimulai.” Yang dia maksudkan mungkin adalah semakin berjayanya spesies manusia.

Dengan punahnya sebagian spesies fauna, sebenarnya telah terjadi gangguan pada keseimbangan ekosistem. Rantai kehidupan tidaklah sesederhana kalimat, ”toh kita baik-baik saja dan masih hidup....” Planet Bumi dengan segenap ekosistem yang terdapat di dalamnya memiliki ketergantungan satu sama lain yang amat erat.

Apabila satu rantai makanan putus, keseimbangan akan terganggu. Hal itu akan mengganggu kesehatan ekosistem tersebut yang pada akhirnya dapat menyeret ekosistem (tetangganya) ke keadaan terganggu.

Contoh yang paling dekat dengan kita adalah serangan harimau di permukiman di daerah Jambi beberapa waktu lalu. Ketika harimau kehilangan habitatnya dan kehilangan mangsanya, hewan itu mulai merambah ke permukiman manusia.

Ancaman terhadap habitat hewan yang berupa penebangan hutan, pembakaran hutan, serta perubahan fungsi lahan yang antara lain menjadi sawah atau permukiman telah secara terus- menerus mengurangi luas habitat hewan-hewan tersebut.

Jenis ancaman bagi semua makhluk hidup kini bertambah, yaitu dengan terjadinya pemanasan global. Pemanasan global terjadi di seluruh permukaan Planet Bumi.

Proses pemanasan global tersebut memiliki dampak yang langsung terlihat, yaitu meningkatnya suhu di permukaan bumi, dan secara perlahan mengubah pola cuaca yang pada akhirnya dapat mengubah model iklim.

Jika tingkatan itu tercapai, semua habitat yang ada akan mengalami perubahan. Proses ke arah perubahan iklim ini terus berlangsung hingga pada suatu titik tertentu nanti, makhluk hidup, banyak spesies fauna, tak akan mampu lagi bertahan hidup pada kondisi habitat tersebut.

Hanya sebagian saja dari suatu spesies yang akan mampu bertahan dengan melakukan sejumlah adaptasi. Di sini kemudian berlakulah hukum Darwin, survival for the fittest, yang kuat atau mampu beradaptasilah yang menang atau selamat—demikian arti kasarnya.

Spesies mana yang akan punah? Yang akan punah pertama kali adalah fauna yang sensitif terhadap perubahan temperatur dan iklim. Fauna itu di antaranya terumbu karang yang mensyaratkan suhu laut sekitar 28° celsius akan mengalami pemutihan (coral bleaching) sebab terumbu karang amat sensitif terhadap perubahan temperatur. Selain terumbu karang, kodok juga disebut-sebut sebagai hewan yang rentan terhadap perubahan iklim dan kenaikan suhu. Hal serupa, akibat dari ancaman yang sama, bisa terjadi di berbagai belahan dunia terhadap beragam spesies baik hewan maupun tumbuhan yang ada.

Di seluruh dunia, saat ini hidup sekitar 8 juta spesies hewan yang masing-masing adalah unik (Time, 13/4). Jumlah itu belum ditambah dengan spesies-spesies lain yang belum ditemukan atau belum diberi nama—yang jumlahnya bisa mencapai ratusan hingga ribuan.

Spesies yang sekarang ada, beberapa di antaranya merupakan spesies yang endemik karena merupakan hasil evolusi dari suatu kondisi geografis dan lingkungan yang amat spesifik.

Dalam laporannya, Time menyoroti spesies di Madagaskar. Madagaskar yang terpisahkan dari India sekitar 80 juta tahun lalu mengalami isolasi.

Akibat dari isolasi tersebut, spesies satwa yang ada di pulau tersebut memiliki kekhasan pada sejarah evolusinya. Jalur evolusinya berjalan secara unik.

Oleh karena itu, di sana terdapat beberapa spesies satwa seperti fossa: binatang pemakan daging ini seperti kucing tetapi memiliki kelenturan tubuh seperti tupai, sementara sifatnya bak anjing hutan (Time, 13/4).

Lokasi lain yang memiliki karakter fauna dan flora yang spesifik antara lain kawasan Garis Wallacea yang memanjang dari utara ke selatan di Sulawesi.

Gelombang kepunahan

Dalam usia bumi yang terentang hingga lima juta tahun telah terjadi berbagai katastropi. Sebagian katastropi tersebut mengakibatkan gelombang kepunahan spesies fauna. Setidaknya telah terjadi lima kali gelombang kepunahan (extinction waves).

Gelombang kepunahan ini adalah gelombang pertama mulai sejak sebelumnya hingga 500 juta tahun lalu ditandai lenyapnya 50 persen hewan termasuk binatang laut sejenis kepiting.

Gelombang kedua yaitu pada zaman Devonian—345 juta tahun lalu, 30 persen jenis hewan punah juga sejumlah jenis ikan.

Gelombang ketiga dari Permian hingga 250 juta tahun lalu, 50 persen famili hewan (kategorisasi di atas spesies), 95 persen spesies hewan laut dan sejumlah amfibi serta pohon-pohon punah.

Gelombang keempat dari Triassic hingga 180 juta tahun lalu ditandai dengan 35 persen famili hewan, termasuk reptil dan binatang laut bertubuh lunak—yang ada sekarang semacam siput laut, teripang.

Pada gelombang kelima, cretaceous sampai 65 juta tahun lalu, dinosaurus dan binatang laut bertubuh lunak punah.

Sekarang, di abad ke-20 ini para ilmuwan menemukan bahwa isu terpenting pada masa ini adalah krisis kepunahan. Sepanjang tahun 1970-an para ahli konservasi dunia telah khawatir akan lenyapnya ribuan spesies serta hilangnya sejumlah ekosistem yang juga beragam di seluruh bagian dunia.

Hutan hujan tropis telah dibabat habis atau hancur dibakar. Gambut banyak dikeringkan airnya dan diubah menjadi perkebunan atau pertanian. Terumbu karang banyak yang mati tanpa tahu apa penyebab kematiannya. Cadangan ikan di laut juga berkurang secara signifikan. Gajah banyak dibantai, sementara kodok atau katak pun mulai menghilang tak terdengar nyanyiannya lagi. Bahkan, leviathan (sejenis paus raksasa) diburu baik di kawasan Antartika maupun di Arktik. Ancaman bagi mereka juga semakin menyempitnya luasan daratan es di kedua kutub bumi. Kini kita tinggal menunggu saat kepunahan mereka tiba.

Kepunahan spesies hewan selalu terkait dengan kehidupan kita karena kepunahan dapat dibaca sebagai: kualitas udara buruk, kualitas air yang buruk, lenyapnya spesies yang sebenarnya bisa bermanfaat bagi manusia misalnya untuk pengobatan. Jika kehidupan mereka punah, kepunahan manusia pun tinggal menunggu waktu....

Readmore »»

LINGKUNGAN - Yang Cocok Memang Energi Alternatif

KOMPAS, Kamis, 9 April 2009 03:37 WIB
Menyandang tugas sebagai produsen minyak nasional, Pertamina sadar benar bahwa mereka disorot sebagai salah satu penyebab rusaknya lingkungan. Kerusakan yang diakibatkan kegiatan eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas bumi memang masif sifatnya.


Aktivitas pertambangan tersebut antara lain menghasilkan emisi karbon yang merupakan ”penjahat” bagi isu pemanasan global. Gas rumah kaca yang disetarakan dengan emisi karbon dioksida adalah penyebab pemanasan global. Jika suhu bumi ini terus meningkat, tak lama akan terjadi perubahan iklim.

Kesadaran tersebut, ditambah dengan pemahaman bahwa suatu hari nanti, setidaknya 40-50 tahun lagi, cadangan minyak bumi nasional mulai habis, mendorong Pertamina melalui tanggung jawab sosial terhadap masyarakat (CSR) mulai melakukan usaha bersama masyarakat untuk memproduksi energi alternatif.

Rudi Sastiawan, Manajer CSR Pertamina, Senin (6/4), dalam perbincangan dengan Kompas mengungkapkan, ”Kami disebut sebagai pencemar nomor satu di Indonesia. Oleh karena itu, CSR kami dititikberatkan pada persoalan besar pelestarian alam. Ini bisa berupa kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur untuk pelestarian alam, dan sarana umum.”

Energi dari jarak

Program besar yang dilakukan sekarang adalah mengembangkan pemanfaatan jarak sebagai alternatif energi dan sekaligus manfaat-manfaat lain dari produk turunannya.

Berlokasi di Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Pertamina sekarang menyediakan 3.300 hektar tanah yang ditanami pohon jarak, digarap oleh 2.900 petani, dan ditanami 3,3 juta pohon jarak. Di sana dibangun untuk pabrik dan penyediaan bibit jarak di tanah seluas sekitar 4.000 m².

Biji jarak bisa diperas untuk dijadikan minyak pengganti minyak tanah dan bisa juga dijadikan sabun. ”Sabun jarak ini ramah lingkungan,” tutur Rudi. Bulan Agustus tahun ini direncanakan pabrik di lokasi tersebut selesai dibangun.

Akan tetapi, Rudi menyadari, jika jarak hanya diproduksi sebagai minyak, ”Jelas tidak ekonomis,” katanya, karena minyak dari bahan bakar fosil saat ini masih disubsidi oleh pemerintah sehingga harga minyak jarak tidak bisa bersaing.

Oleh karena itu, saat ini di kawasan itu juga dibangun infrastruktur untuk produksi dan pemanfaatan produk turunan dari jarak.

Sampai ke kulitnya pun jarak masih bermanfaat, yaitu untuk biogas.

Minyak jarak dicampur dengan etanol atau metanol juga bisa menjadi biodiesel. ”Ini baru bisa kalau minyak diesel tidak disubsidi,” ujarnya menambahkan.

Hasil biodiesel ini sudah dicoba pada genset. Menurut Halim Fathoni, konsultan dalam program jarak, pada proyek program Desa Mandiri Energi tersebut, jika produksi semuanya berjalan, petani pada akhirnya tidak akan dirugikan karena jarak bisa dihargai hingga di atas Rp 1.500 per kilogram. Harga jarak pernah jatuh hingga Rp 700 per per kg.

”Kini kami sedang membangun kolam ikan karena salah satu produk turunan jarak adalah pelet makanan ikan. Kami juga membangun kandang ternak (sapi dan kambing) karena ampas jarak bisa dicampur dengan makanan ternak yang produknya lebih murah dari makanan ternak tanpa campuran,” ujar Rudi menambahkan.

Sebelum dijadikan pakan, racun pada jarak terlebih dulu dikeluarkan. ”Racunnya bisa untuk pestisida,” ujar Halim fathoni.

Perlu fokus

Namun, saat ini CSR Pertamina yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden masih berjalan berdampingan dengan Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Usaha Kecil dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang berjalan atas dasar Peraturan Menteri Negara BUMN No.: Per-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007.

Ironisnya, dana CSR amat kecil jika dibandingkan dengan anggaran PKBL yang mencapai 30 persen laba perusahaan. Tahun 2007 keuntungan PT Pertamina mencapai Rp 24,59 triliun, sedangkan tahun 2006 laba yang dibukukan Rp 19 triliun (Kompas, 28/6/2008). Sementara itu, anggaran CSR Pertamina baru Rp 120 miliar—sekitar Rp 10 miliar-Rp 15 miliar digunakan mengembangkan program jarak di Purwodadi.

Tujuan akhir dari CSR yang sekarang dijalankan, terutama seperti yang dijalankan di Purwodadi, adalah menurunkan penggunaan bahan bakar fosil karena sekarang produk Pertamina adalah bahan bakar fosil yang suatu kali akan habis.

Yang pasti, CSR Pertamina, menurut Rudi, sudah seharusnya fokus pada upaya penemuan teknologi tepat guna yang hemat pemakaian bahan bakar fosil, serta upaya penemuan dan produksi energi alternatif.

Rudi menegaskan, ”Di masa depan, CSR Pertamina akan terus berupaya menciptakan program-program berwawasan lingkungan berkelanjutan. Bisa saja kegiatannya dalam bentuk program pendidikan, usaha kecil menengah, dan membangun lingkungan hijau. Tetapi, dia kembali lagi pada jati diri Pertamina yang berkiprah di minyak dan gas bumi.”

”Mestinya CSR Pertamina itu fokus saja pada energi alternatif. Itu sangat cocok dengan bidang usaha Pertamina. Dana pun bisa dikerahkan ke sana sehingga Pertamina akan tetap menjadi produsen energi, tetapi kali ini energi alternatif yang tidak merusak lingkungan dan bermanfaat secara ekonomis bagi masyarakat sekitar lokasi operasi kami,” ujarnya.

Readmore »»

LINGKUNGAN - Pembukaan Tambak Merusak Habitat Buaya

KOMPAS, Kamis, 9 April 2009 03:36 WIB
Palangkaraya - Habitat buaya muara (Crocodylus porosus) di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, rusak karena tak terkendalinya penebangan bakau untuk kepentingan pembuatan tambak. Jika perusakan hutan rawa bakau di perairan itu tidak dihentikan, kawanan reptilia yang seharusnya dilindungi itu bakal punah karena menjadi ajang perburuan.


”Selama April ini sudah dua ekor buaya muara yang terjerat jaring nelayan,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah Eko Novi Setiawan ketika dihubungi dari Palangkaraya, Selasa (7/4).

Jumat pekan lalu, petugas Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Kalteng juga menyita bangkai buaya muara yang terjerat jaring nelayan. Buaya jantan sepanjang 4 meter tersebut terjerat di sekitar muara Sungai Batang Bahalang, Kecamatan Seruyan Hilir.

Bangkai buaya itu kemudian dibawa ke Kantor Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II BKSDA Kalteng di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat. Hari Senin lalu, buaya tersebut diotopsi dan di dalam perutnya antara lain ditemukan robekan jaring, tali, batu, dan ikan.

Eko mengimbau agar habitat buaya di Seruyan tidak dirusak. Dia tidak menampik bahwa masyarakat juga membutuhkan kawasan rawa sekitar muara untuk mencari nafkah dengan membuat tambak.

”Masalah dapat dicari titik temunya dengan tetap menyisakan wilayah konservasi untuk menjaga habitat buaya muara. Jangan semua kawasan muara dijadikan tambak,” katanya.

Berdasarkan Undang-Undang No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, buaya muara termasuk binatang yang dilindungi. Penangkapan maupun pemanfaatan bagian-bagiannya dapat dikenakan ancaman pidana maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.

Readmore »»