KOMPAS, Minggu, 15 Februari 2009 01:48 WIB
David baru memiliki rumah pada tahun 2005 dan rumah yang dia tempati sekarang adalah rumah pertamanya. Sebelumnya, pria kelahiran Jakarta ini tinggal dari satu tempat kos ke tempat kos lain.
Sepanjang hidup tinggal di Jakarta, David mengaku semakin lama semakin tidak nyaman. Lalu lintas yang bertambah padat dan pertambahan penduduk yang semakin cepat membuat ia memilih tinggal di tempat lain.
Setelah memiliki uang cukup, David lalu mencari tanah di Bogor. Ia terpikir tinggal di Bogor ketika suatu hari berkunjung ke rumah tantenya yang lokasinya tidak jauh dari rumah David sekarang. ”Saya betah di rumah tante dan berpikir enak juga tinggal di Bogor,” kenang David.
Setelah lama mencari-cari, akhirnya David mendapat tanah kebun di pinggir Sungai Ciliwung itu. Ketika membangun rumah, David menyisakan sebagian pohon-pohon besar di bagian depan rumahnya. Di rumah yang sejuk dan tenang itu, David tinggal bersama adik laki-lakinya.
Di kiri-kanan rumah David sampai sekarang masih berupa kebun kosong dan masih banyak pepohonan. Berkat pepohonan itu pula air tanah di sekeliling rumah David masih terpelihara baik.
Bahkan, karena banyak menyimpan cadangan air tanah, warga di seberang sungai beramai-ramai memasang pipa melintang menyeberangi sungai untuk mengambil air tanah. ”Hanya dengan menancapkan pipa ke tanah, air tanah itu mengalir sendiri tanpa harus di pompa,” kata David.
Rumah David yang bentuknya memanjang dari depan ke belakang belum selesai digarap David. Karena dananya habis, David belum bisa mengecat seluruh bagian rumahnya.
Tidak banyak perabotan di dalam rumah David sehingga rumah itu terlihat kosong. Di ruang tamu, David memajang meja sembahyang, sementara di ruang keluarga hanya ada dapur dan lemari makan.
Segala kegiatan David lebih banyak di ruang tamu. Di situ, ia biasa menonton tayangan televisi berbayar, bekerja mengedit naskah buku, hingga makan dan tidur siang. (IND)
David baru memiliki rumah pada tahun 2005 dan rumah yang dia tempati sekarang adalah rumah pertamanya. Sebelumnya, pria kelahiran Jakarta ini tinggal dari satu tempat kos ke tempat kos lain.
Sepanjang hidup tinggal di Jakarta, David mengaku semakin lama semakin tidak nyaman. Lalu lintas yang bertambah padat dan pertambahan penduduk yang semakin cepat membuat ia memilih tinggal di tempat lain.
Setelah memiliki uang cukup, David lalu mencari tanah di Bogor. Ia terpikir tinggal di Bogor ketika suatu hari berkunjung ke rumah tantenya yang lokasinya tidak jauh dari rumah David sekarang. ”Saya betah di rumah tante dan berpikir enak juga tinggal di Bogor,” kenang David.
Setelah lama mencari-cari, akhirnya David mendapat tanah kebun di pinggir Sungai Ciliwung itu. Ketika membangun rumah, David menyisakan sebagian pohon-pohon besar di bagian depan rumahnya. Di rumah yang sejuk dan tenang itu, David tinggal bersama adik laki-lakinya.
Di kiri-kanan rumah David sampai sekarang masih berupa kebun kosong dan masih banyak pepohonan. Berkat pepohonan itu pula air tanah di sekeliling rumah David masih terpelihara baik.
Bahkan, karena banyak menyimpan cadangan air tanah, warga di seberang sungai beramai-ramai memasang pipa melintang menyeberangi sungai untuk mengambil air tanah. ”Hanya dengan menancapkan pipa ke tanah, air tanah itu mengalir sendiri tanpa harus di pompa,” kata David.
Rumah David yang bentuknya memanjang dari depan ke belakang belum selesai digarap David. Karena dananya habis, David belum bisa mengecat seluruh bagian rumahnya.
Tidak banyak perabotan di dalam rumah David sehingga rumah itu terlihat kosong. Di ruang tamu, David memajang meja sembahyang, sementara di ruang keluarga hanya ada dapur dan lemari makan.
Segala kegiatan David lebih banyak di ruang tamu. Di situ, ia biasa menonton tayangan televisi berbayar, bekerja mengedit naskah buku, hingga makan dan tidur siang. (IND)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar