KOMPAS, Jumat, 20 Februari 2009 14:39 WIB
Saat ini hak setiap warga negara menjadi caleg memang tidak dapat dimungkiri. Hak tiap caleg juga untuk mempropagandakan jati dirinya karena hal itu menjadi tuntutan agar masyarakat mengenalnya. Namun, karena tata cara pemasangan baliho, spanduk, foto, dan atribut-atribut lainnya tidak diatur secara detail, tegas, serta tidak ada retribusi yang harus dibayar, kota menjadi rusak.
Penghijauan yang digalakkan dengan menanam pohon-pohon di setiap lokasi ternyata menjadi sasaran tancap para caleg. Pohon-pohon yang ditunggu supaya cepat rimbun malah dipaku di bagian batangnya sampai tembus ke kambium pohon tersebut. Alhasil, secara perlahan pohon akan mati. Para caleg tentu tidak memasang sendiri atribut-atributnya, yang memasang pasti korlap-korlap bayaran. Alangkah baiknya kalau para korlap diberikan penjelasan sebelum menjalankan tugas untuk memasang atribut. Sayang sekali kalau biaya yang sudah dikeluarkan tidak mendapat simpati, apalagi memilihnya. Amit-amit, caleg yang tidak peduli lingkungan jangan dipilih. Mungkin para caleg melihat papan-papan reklame sedot WC dan tukang talang yang dipaku di pohon-pohon laku laris, jadi ikut-ikutan biar nanti tanggal 9 April laris juga. Mumpung masih ada waktu untuk memperbaiki citra diri, jadilah caleg yang peduli lingkungan. (Widyawati Ketua Perkumpulan Pecinta Tanaman thwidya@yahoo.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar