Senin, 2 Februari 2009 00:58 WIB
Jakarta, Kompas - Wadah makanan dan minuman berbahan baku styrofoam dapat memicu kanker yang mengakibatkan kematian.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Baruna yang dihubungi hari Minggu (1/2) menjelaskan, pihaknya mendapati banyak limbah bisnis makanan yang menggunakan bahan baku styrofoam.
”Kami mengolah ribuan ton limbah di DKI setiap hari. Ternyata didapati styrofoam masih digunakan secara luas untuk wadah makanan dan minuman. Ini sangat membahayakan karena dapat memicu kanker saraf,” kata Eko.
Menurut Eko, penggunaan microwave untuk memanaskan makanan dalam wadah styrofoam semakin memperburuk keadaan. Panas yang dihasilkan mengakibatkan bahan kimia dari styrofoam tercampur ke dalam makanan yang dikonsumsi secara masif.
Sejumlah restoran cepat saji skala besar masih menggunakan bahan baku styrofoam dalam penyajian makanan yang disantap konsumen di luar. Eko telah berulang kali merekomendasikan menggunakan bahan baku kertas dan karton yang lebih tidak berisiko bagi kesehatan.
Selain styrofoam, penggunaan ulang botol minuman air mineral yang berbasis bahan kimia polyethylene trapeline (PET) juga dapat memicu kanker saraf.
Eko mengingatkan, perubahan suhu seperti panas dapat membuat bahan kimia dalam unsur PET meracuni cairan minuman yang diisikan kembali. Lambat laun bahan kimia akan terakumulasi dan memicu penyakit mematikan.
Setiap hari, ada 6.000 ton sampah yang diolah Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Eko melanjutkan, dari jumlah itu, 45 persen adalah sampah anorganik. Sebanyak 60 persen sampah anorganik merupakan plastik yang sulit diurai dan mengandung bahan kimia berbahaya. (ONG)
Jakarta, Kompas - Wadah makanan dan minuman berbahan baku styrofoam dapat memicu kanker yang mengakibatkan kematian.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Baruna yang dihubungi hari Minggu (1/2) menjelaskan, pihaknya mendapati banyak limbah bisnis makanan yang menggunakan bahan baku styrofoam.
”Kami mengolah ribuan ton limbah di DKI setiap hari. Ternyata didapati styrofoam masih digunakan secara luas untuk wadah makanan dan minuman. Ini sangat membahayakan karena dapat memicu kanker saraf,” kata Eko.
Menurut Eko, penggunaan microwave untuk memanaskan makanan dalam wadah styrofoam semakin memperburuk keadaan. Panas yang dihasilkan mengakibatkan bahan kimia dari styrofoam tercampur ke dalam makanan yang dikonsumsi secara masif.
Sejumlah restoran cepat saji skala besar masih menggunakan bahan baku styrofoam dalam penyajian makanan yang disantap konsumen di luar. Eko telah berulang kali merekomendasikan menggunakan bahan baku kertas dan karton yang lebih tidak berisiko bagi kesehatan.
Selain styrofoam, penggunaan ulang botol minuman air mineral yang berbasis bahan kimia polyethylene trapeline (PET) juga dapat memicu kanker saraf.
Eko mengingatkan, perubahan suhu seperti panas dapat membuat bahan kimia dalam unsur PET meracuni cairan minuman yang diisikan kembali. Lambat laun bahan kimia akan terakumulasi dan memicu penyakit mematikan.
Setiap hari, ada 6.000 ton sampah yang diolah Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Eko melanjutkan, dari jumlah itu, 45 persen adalah sampah anorganik. Sebanyak 60 persen sampah anorganik merupakan plastik yang sulit diurai dan mengandung bahan kimia berbahaya. (ONG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar