KOMPAS, Rabu, 11 Februari 2009 11:19 WIB
Rumpun bambu di sekitar mata air Batu Karut, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, amat rimbun. Tak ada sinar matahari sama sekali yang mampu menembusnya sehingga tanah menjadi lembab.
Tiga anak berenang di cekungan yang dilalui air amat bening dari mata air Batu Karut. Air bening dan agak dingin itu merupakan sahabat anak-anak di sekitar batu karut. Hampir setiap sore selalu ada kelompok anak yang bermain di cekungan itu. Ketika libur, mereka bermain di tempat itu sejak pagi.
Batu Karut merupakan sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum Kota Sukabumi. Selain menjadi air baku bagi PDAM Kota Sukabumi, mata air Batu Karut juga menjadi sumber air bersih bagi warga sekitar. Mata air Batu Karut kini tinggal dilingkungi rumpun bambu di sekitarnya. Sekitar 500 meter dari mata air, baru ditemukan hutan dengan macam-macam vegetasi, yang didominasi tanaman keras. Dari jauh, Batu Karut memang terlihat hijau. Namun, ketika didekati, banyak bopeng di wilayah tangkapan airnya.
Bopeng itu terbentuk oleh kegiatan ekonomi masyarakat sekitar mata air. Rumpun bambu kini memang menjadi vegetasi yang mendominasi lereng bukit di Batu Karut. Karena fungsinya yang tak bisa menahan gerakan tanah dan menyimpan banyak air, upaya penghijauan menjadi solusi atas makin turunnya debit air di Batu Karut.
SMA Mardi Yuwana Kota Sukabumi dan SMK Mardi Yuwana, Cikembar, Kabupaten Sukabumi, adalah salah satu lembaga yang memberikan perhatian terhadap kelangsungan mata air Batu Karut. Apalagi, turunnya debit air di Batu Karut merupakan salah satu dampak dari peralihan hutan menjadi lahan bercocok tanam.
Pada Januari lalu, anak-anak SMA Mardi Yuwana Kota Sukabumi dan SMK Mardi Yuwana Cikembar menanami lahan sekitar mata air dengan tanaman keras. Direktur PDAM Kota Sukabumi Sulaeman Muchtar menyebutkan, Pemerintah Kota Sukabumi sudah membeli lahan seluas 5 hektar yang dikelola masyarakat di sekitar mata air Batu Karut untuk direboisasi.
Wilayah Batu Karut semula merupakan hutan alam yang kemudian dibuka penduduk ketika permukiman di Kecamatan Sukaraja makin berkembang ke arah kaki Gunung Gede Pangrango. Ketika debit air selalu menyusut saat musim kemarau, banyak pihak baru sadar bahwa ketersediaan air menjadi persoalan. Belum terlambat
Wakil Wali Kota Sukabumi Mulyono mengatakan, belum terlambat mengembalikan fungsi hutan Batu Karut sebagai daerah tangkapan air hujan sehingga mata air tetap bisa lestari. "Kita beruntung bahwa cepat tersadar dan bertindak. Hasil penghijauan daerah tangkapan dan mata air ini tidak akan kita nikmati dalam waktu dekat, tetapi barangkali akan dinikmati oleh anak-cucu kita kelak," katanya.
Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia sudah sangat sering tersaji dalam berita-berita. Kekurangan air menjadi ancaman serius jika kerusakan lingkungan tidak segera ditangani dengan baik. Semoga penghijauan, baik untuk reboisasi hutan maupun menjaga kelestarian mata air, tidak hanya sekadar proyek, tetapi benar-benar merupakan upaya serius dari semua pihak. (agustinus handoko)
Rumpun bambu di sekitar mata air Batu Karut, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, amat rimbun. Tak ada sinar matahari sama sekali yang mampu menembusnya sehingga tanah menjadi lembab.
Tiga anak berenang di cekungan yang dilalui air amat bening dari mata air Batu Karut. Air bening dan agak dingin itu merupakan sahabat anak-anak di sekitar batu karut. Hampir setiap sore selalu ada kelompok anak yang bermain di cekungan itu. Ketika libur, mereka bermain di tempat itu sejak pagi.
Batu Karut merupakan sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum Kota Sukabumi. Selain menjadi air baku bagi PDAM Kota Sukabumi, mata air Batu Karut juga menjadi sumber air bersih bagi warga sekitar. Mata air Batu Karut kini tinggal dilingkungi rumpun bambu di sekitarnya. Sekitar 500 meter dari mata air, baru ditemukan hutan dengan macam-macam vegetasi, yang didominasi tanaman keras. Dari jauh, Batu Karut memang terlihat hijau. Namun, ketika didekati, banyak bopeng di wilayah tangkapan airnya.
Bopeng itu terbentuk oleh kegiatan ekonomi masyarakat sekitar mata air. Rumpun bambu kini memang menjadi vegetasi yang mendominasi lereng bukit di Batu Karut. Karena fungsinya yang tak bisa menahan gerakan tanah dan menyimpan banyak air, upaya penghijauan menjadi solusi atas makin turunnya debit air di Batu Karut.
SMA Mardi Yuwana Kota Sukabumi dan SMK Mardi Yuwana, Cikembar, Kabupaten Sukabumi, adalah salah satu lembaga yang memberikan perhatian terhadap kelangsungan mata air Batu Karut. Apalagi, turunnya debit air di Batu Karut merupakan salah satu dampak dari peralihan hutan menjadi lahan bercocok tanam.
Pada Januari lalu, anak-anak SMA Mardi Yuwana Kota Sukabumi dan SMK Mardi Yuwana Cikembar menanami lahan sekitar mata air dengan tanaman keras. Direktur PDAM Kota Sukabumi Sulaeman Muchtar menyebutkan, Pemerintah Kota Sukabumi sudah membeli lahan seluas 5 hektar yang dikelola masyarakat di sekitar mata air Batu Karut untuk direboisasi.
Wilayah Batu Karut semula merupakan hutan alam yang kemudian dibuka penduduk ketika permukiman di Kecamatan Sukaraja makin berkembang ke arah kaki Gunung Gede Pangrango. Ketika debit air selalu menyusut saat musim kemarau, banyak pihak baru sadar bahwa ketersediaan air menjadi persoalan. Belum terlambat
Wakil Wali Kota Sukabumi Mulyono mengatakan, belum terlambat mengembalikan fungsi hutan Batu Karut sebagai daerah tangkapan air hujan sehingga mata air tetap bisa lestari. "Kita beruntung bahwa cepat tersadar dan bertindak. Hasil penghijauan daerah tangkapan dan mata air ini tidak akan kita nikmati dalam waktu dekat, tetapi barangkali akan dinikmati oleh anak-cucu kita kelak," katanya.
Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia sudah sangat sering tersaji dalam berita-berita. Kekurangan air menjadi ancaman serius jika kerusakan lingkungan tidak segera ditangani dengan baik. Semoga penghijauan, baik untuk reboisasi hutan maupun menjaga kelestarian mata air, tidak hanya sekadar proyek, tetapi benar-benar merupakan upaya serius dari semua pihak. (agustinus handoko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar