KOMPAS, Senin, 9 Februari 2009 01:16 WIB
Cirebon - Penanaman bakau di pesisir Cirebon dan Indramayu belum efektif. Selain kendala alam, tanaman bakau juga tak dirawat.
Bibit-bibit bakau yang tahun lalu ditanam di Desa Bungko Lor, Kecamatan Kapetakan, dan Tangkil, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, banyak yang mati. Pesisir pantai masih gersang. Sampah menumpuk di sela pohon bakau di muara sungai, antara lain di Bondet dan Kesenden, Kabupaten Indramayu.
Rohmani, pembudidaya bakau di Desa Karangreja, Kecamatan Suranenggala, juga mendapati banyak bibit bakau mati. ”Selain tak dirawat dengan baik, tanaman berasal dari daerah lain sehingga tidak bisa beradaptasi,” ujar Rohmani, Sabtu (7/2).
Yoyon Haryono, Direktur Lembaga Swadaya Buruh dan Lingkungan Hidup Cirebon, menyatakan, penanaman bibit bakau memang tidak selalu berhasil apalagi jika tidak didukung masyarakat sekitar.
Lembaganya telah berkali-kali menanam bibit bakau di pesisir pantai, di antaranya di Desa Bungko Lor, Mundu, dan Tangkil, sejak lima tahun lalu. Namun, tidak semua bibit bisa tumbuh. ”Dari 1.000 bibit yang ditanam, 30 persen bisa hidup dan jadi pohon saja sudah bagus,” katanya.
Rohmani yang juga pembudidaya kerang hijau mengakui, sebagian nelayan mulai menyadari pentingnya bakau karena mulai merasakan akibat rusaknya ekosistem pesisir dan laut. Namun, sebagian warga masih belum menyadari.
”Ketika ada tanah timbul langsung dipakai sebagai lahan tambak, padahal seharusnya digunakan sebagai lahan bakau,” kata Rohmani.
Menurut Yoyon, tidak mudah membuat petambak di tanah timbul menyadari peran bakau untuk mengembalikan kondisi lingkungan yang telah rusak. Kerusakan lingkungan tidak hanya mengganggu sektor ekonomi nelayan, tetapi juga petambak.
Saat ini tambak Cirebon tidak lagi menjanjikan udang yang melimpah. Para petambak udang kini beralih menjadi petambak bandeng, lele, atau menjadi pembudidaya kerang. (NIT)
Cirebon - Penanaman bakau di pesisir Cirebon dan Indramayu belum efektif. Selain kendala alam, tanaman bakau juga tak dirawat.
Bibit-bibit bakau yang tahun lalu ditanam di Desa Bungko Lor, Kecamatan Kapetakan, dan Tangkil, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, banyak yang mati. Pesisir pantai masih gersang. Sampah menumpuk di sela pohon bakau di muara sungai, antara lain di Bondet dan Kesenden, Kabupaten Indramayu.
Rohmani, pembudidaya bakau di Desa Karangreja, Kecamatan Suranenggala, juga mendapati banyak bibit bakau mati. ”Selain tak dirawat dengan baik, tanaman berasal dari daerah lain sehingga tidak bisa beradaptasi,” ujar Rohmani, Sabtu (7/2).
Yoyon Haryono, Direktur Lembaga Swadaya Buruh dan Lingkungan Hidup Cirebon, menyatakan, penanaman bibit bakau memang tidak selalu berhasil apalagi jika tidak didukung masyarakat sekitar.
Lembaganya telah berkali-kali menanam bibit bakau di pesisir pantai, di antaranya di Desa Bungko Lor, Mundu, dan Tangkil, sejak lima tahun lalu. Namun, tidak semua bibit bisa tumbuh. ”Dari 1.000 bibit yang ditanam, 30 persen bisa hidup dan jadi pohon saja sudah bagus,” katanya.
Rohmani yang juga pembudidaya kerang hijau mengakui, sebagian nelayan mulai menyadari pentingnya bakau karena mulai merasakan akibat rusaknya ekosistem pesisir dan laut. Namun, sebagian warga masih belum menyadari.
”Ketika ada tanah timbul langsung dipakai sebagai lahan tambak, padahal seharusnya digunakan sebagai lahan bakau,” kata Rohmani.
Menurut Yoyon, tidak mudah membuat petambak di tanah timbul menyadari peran bakau untuk mengembalikan kondisi lingkungan yang telah rusak. Kerusakan lingkungan tidak hanya mengganggu sektor ekonomi nelayan, tetapi juga petambak.
Saat ini tambak Cirebon tidak lagi menjanjikan udang yang melimpah. Para petambak udang kini beralih menjadi petambak bandeng, lele, atau menjadi pembudidaya kerang. (NIT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar